Kisah Nabi Adam as
Adam (juga disebut Adem; bahasa
arab: آدم) merupakan salah satu tokoh
terpenting dalam sejarah umat Islam, karena diyakini sebagai manusia pertama
dan juga nabi pertama. Kaum muslim memandang peran nabi Adam as sebagai Bapak
Umat Manusia dengan penuh rasa hormat. Demikian pula dengan Hawa istrinya,
sebagai "Ibu Umat Manusia". Bagi kaum muslim nabi Adam as merupakan
nabi pertama, sebagaimana Al-Qur'an menyatakan bahwa semua nabi mengajarkan
ajaran yang sama, yakni penyerahan diri kepada Allah. Kisahnya diceritakan
dalam Al Qur'an dalam banyak surah.
Penciptaan Nabi Adam as
Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. (QS Al Hijr 26)
Menurut riwayat Al-Qur'an, Allah
menciptakan nabi Adam as dari segumpal tanah liat kering dan lumpur hitam yang
dibentuk sedemikian rupa, lalu ditiupkanlah ruh kedalamnya sehingga ia menjadi
manusia sempurna.
Nabi Adam as Manusia Pertama Bukan
Mahluk Pertama
Nabi Adam as bukanlah mahluk pertama
yang diciptakan Allah. Sebelumnya Allah telah menciptakan mahluk yang lain
seperti malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan lain-lain. Menurut syariat Islam,
manusia tidak diciptakan di bumi, melainkan diturunkan ke muka bumi. Allah
menjadikan manusia sebagai Khalifah (pemimpin/pengganti/penerus) di muka bumi.
“Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di bumi”. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu
dengan berkata): “Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu
orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan),
padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya.”
(QS
Al-Baqarah: 30)
Khalifah tidak hanya berarti
pemimpin melainkan juga pengganti/penerus. Dan sebagai pengganti/penerus tentu
ada mahluk lain yang digantikan manusia. Allah tidak menyatakan sebagai
pengganti manusia sebelumnya, tapi pengganti makhluk yang telah membuat
kerusakan dan menumpahkan darah di bumi, suatu hal yang menjadi penyebab
kegusaran para malaikat.
Siapakah Mahluk Yang Digantikan Oleh
Nabi Adam as Manusia
Siapakah mahluk yang dimaksud oleh
malaikat sebagai pembuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi? Ahli
arkelogi menyatakan bahwa sebelum manusia memang ada mahluk lain seperti
manusia karakteristik namun dengan karakterisik yang sangat primitif dan tidak
berbudaya. Volume otak mereka kecil dan kemampuan berbahasa mereka relatif
sederhana. Tidak banyak suara vowel yang mampu mereka bunyikan. Kelompok mahluk
ini dinamakan Neanderthal.
Sedangkan Al Quran menjelaskan bahwa
mahluk sebelum manusia adalah bangsa jin.
Dan Kami telah
menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (QS
Al Hijr:27)
Para ahli mufassirin. kemudian
mengaitkan mahluk yang diungkapkan oleh ahli arkeologi dengan pengetahuan
mereka. Ibnu Jazir dalam kitab tafsir Ibnu Katsir: "Yang dimaksud
dengan makhluk sebelum Adam diciptakan adalah Al Jan yang suka berbuat
kerusuhan."
Thawus al-Yamani seorang perawi
hadits, salah satu penghuni sekaligus penguasa/pemimpin di muka bumi (sebelum
nabi Adam) adalah dari golongan jin.
Juga ada pendapat bahwa sebelum nabi
Adam telah ada 3 umat. Dua dari bangsa jin, sedangkan yang ketiga bukan dari
golongan jin, karena mereka berdarah dan berdaging.
Wujud Nabi Adam as
Nabi Adam as diperkirakan berumur
930 tahun - 1000 tahun (sekitar 3760-2830 SM). Menurut hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad, tinggi nabi Adam as adalah 60
hasta (27,432 meter).
Gambaran nabi Adam as jauh sekali
dari gambaran para arkeolog terhadap manusia purba. Nabi Adam as merupakan
manusia sempurna yang berjalan tegak dengan kedua kakinya, berpakaian menutup
aurat, memilki kemampuan berbahasa yang fasih dengan jutaan kosa kata. Nabi
Adam as juga merupakan nabi pertama yang menerima wahyu dari Allah dengan
syariat khusus untuk manusia saat itu.
Nabi Adam as juga memiliki
kecerdasan tingkat tinggi sesuatu yang tak dimiliki oleh manusia purba gambaran
para arkeologi penganut teori Darwin.
Dan sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (QS Al-Israa':70)
sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS At-Tiin:4)
Karena kemuliaan dan kecerdasan yang
dimiliki manusia itu, dengan perintah Allah seluruh malaikat bersujud (memberi
penghormatan) kepada nabi Adam as.
Keluarga Nabi Adam as
Untuk mendampingi, menjadi teman
hidup, menghilangkan rasa kesepian, dan melengkapi fitrahnya untuk menghasilkan
keturunan, Allah menciptakan Hawa. Hawa diciptakan dari tulang rusuk kiri nabi
Adam as saat nabi Adam as berusia 130 tahun. Menurut kisah ulama, Hawa
diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri saat nabi Adam as sedang tidur hingga
saat beliau as terjaga.
Anak-anak nabi Adam as dengan Hawa
dilahirkan secara kembar. Yakni seorang bayi laki-laki dan seorang bayi
perempuan. Nabi Adam as memiliki 40 anak kembar. Berikut ini daftar beberapa
anak-anak nabi Adam as menurut Ibnu Humayd, Salamah, Ibnu Ishaq:
- Cayn dan saudara perempuannya
- Abel dan Labuda
- Ashut dan saudara perempuannya
- Seth dan Hazura
- Ayad dan saudara perempuannya
- Balagh dan saudara perempuannya
- Athati dan saudara perempuannya
- Tawbah dan saudara perempuannya
- Darabi dan saudara perempuannya
- Hadaz dan saudara perempuannya
- Yahus dan saudara perempuannya
- Sandal dan saudara perempuannya
- Baraq dan saudara perempuannya
Menurut Ibnu Abi Hatim dari Urwah
bin Al Zubayr bahwa Wadd, Suwa, Yaghuth, Ya’uq dan Nasr adalah termasuk anak
nabi Adam as. Wadd adalah anak yang tertua dan yang paling saleh.
Nabi Adam as lalu menikahkan anak
laki-laki dengan anak perempuan yang tak sekembar dengannya. Berikut ini daftar
beberapa anak nabi Adam as yang dinikahkan:
- Syits/Seth kembar Azura
- Habil/Abel kembar Labuda/Abudah
- Qabil/Qhabil kembar Qalima/Iqlima
Pengetahuan Nabi Adam as
Seperti yang disebut diatas, nabi Adam
as merupakan manusia sempurna yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi. Untuk
menghilangkan keraguan yang dimiliki malaikat bila manusia dikhawatirkan akan
berbuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi, Allah mengajarkan
nama-nama benda yang ada di alam semesta kepada Nabi Adam as.
Kepada malaikat Allah menanyakan
nama-nama benda yang berada di depan mereka. Para malaikat mengakui
ketidaksanggupan mereka. Mereka mengatakan tidak mengetahui sesuatupun kecuali
apa yang telah diajarkan-Nya.
Dan Dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu memang benar orang-orang yang benar!"
Mereka menjawab:
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana
Allah berfirman:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?" (QS
Al-Baqarah: 31-33)
Nabi Adam as lalu diperintahkan oleh
Allah untuk memberitahukan nama-nama benda itu kepada para malaikat. Setelah
itu berfirmanlah Allah kepada mereka bahwa hanya Dialah yang mengetahui rahasia
langit dan bumi serta mengetahui segala sesuatu yang nampak maupun tidak nampak.
Kesombongan Iblis
Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud* (QS Al-Hijr: 29)
*sujud di sini bukan menyembah,
tetapi sebagai penghormatan.
Saat semua mahluk penghuni surga
bersujud (memberi hormat) kepada nabi Adam as. Iblis dari golongan Azazil
(bangsa jin) membangkang dan enggan mematuhi perintah-Nya. Sebab Iblis merasa
dirinya lebih mulia, lebih utama, dan lebih agung dari Adam. Iblis diciptakan
dari api sedangkan nabi Adam hanya dari tanah liat dan lumpur.
Allah berfirman:
"Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang
sujud itu?"
Berkata Iblis:
"Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk"
Allah berfirman:
"Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk,
dan sesungguhnya
kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat".
Berkata iblis:
"Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari
(manusia) dibangkitkan.
Allah berfirman:
"(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi
tangguh, (QS
Al-Hijr: 32-37)
Kesombongan Iblis harus dibayar
dengan mahal. Allah murka dan menghukum iblis dengan mengusirnya dari surga,
mengeluarkannya dari barisan malaikat dan disertai kutukan dan laknat yang
melekat hingga kiamat kelak. Iblis juga dijamin akan menjadi penghuni neraka
yang abadi. Iblis menerima hukuman tersebut dan memohon kepada-Nya agar diberi
tangguh.
Iblis menerima hukuman itu. Tak
bersyukur atas pemberian jaminan dari Allah (karena mendapatkan tangguh), iblis
mengancam akan menyesatkan nabi Adam as hingga ia terusir dari surga. Iblis
juga bersumpah akan membujuk anak cucu nabi Adam as untuk meninggalkan jalan
yang lurus. Allah kemudian berfirman bahwa iblis tidak akan sanggup menyesatkan
hamba-Nya yang beriman dengan sepenuh hati.
Tipu Daya Iblis
Setelah dilaknat Allah, Iblis mulai
menjalankan aksinya untuk menyesatkan nabi Adam as. Iblis berkata kepada nabi
Adam as bahwa dirinya kawan mereka. Segala cara dilakukan iblis agar nabi Adam
as terbujuk. Iblis membisikan untuk memakan buah di pohon terlarang. Iblis
mengatakan bahwa memakan buah itu akan membuat mereka hidup kekal dan abadi.
(Dan Allah berfirman):
"Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah
olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu
berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang
yang zalim. (QS Al-A'raf: 19)
Kemudian syaitan
membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah
saya tunjukkan kepada kamu pohon dan kerajaan yang tidak akan
binasa?"
Maka keduanya memakan
dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam
kepada Tuhan dan sesatlah ia. (QS
Thaahaa: 120-121)
Akhirnya nabi Adam as (dan Hawa)
termakan bujuk rayu iblis. Dimakanlah buah dari pohon terlarang tersebut.
Akibatnya mereka menjadi telanjang aurat mereka terlihat. Karena merasa malu,
segera saja nabi Adam as (dan Hawa) mencabuti daun dari pohon-pohon surga untuk
menutupi aurat mereka. Nabi Adam as segera sadar, bila mereka telah terbujuk
rayuan setan dan mendapat dosa besar.
Nabi Adam Diturunkan Ke Bumi
Kejadian itu membuat nabi Adam as
(dan Hawa) dihukum turun ke bumi. Mereka lalu bertaubat kepada Allah dan taubat
mereka diterima Allah.
Kemudian Tuhannya memilihnya
maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.
Allah berfirman:
"Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh
bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu
barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka. (QS Thaahaa: 122-123)
Penyesalan Dan Kesedihan Nabi Adam
as
Nabi Adam as menyesali perbuatan
dosa besarnya.
Keduanya berkata:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi. (QS Al-A'raf: 23)
Dalam suatu riwayat hadits marfu
Rasulullah saw kemudian menggambarkan kesedihan nabi Adam as. Dari Buraidah ra,
Rasulullah saw
bersabda, "Jika saja tangisan nabi Daud as digabungkan dengan seluruh
tangisan ahli bumi ini, lalu dibandingkan dengan tangisan nabi Adam as, maka
itu tidak akan pernah dapat sebanding dengan tangisan nabi Adam as." (HR. Thabrani dalam kitab Al-Ausath,
para perawinya dipercaya).
Umur
Nabi Adam as
Menurut silsilah Kitab Kejadian (kitab pertama dari Alkitab dan kitab Taurat Musa atau Tanakh), nabi Adam as meninggal dunia pada usia 930 tahun. Sedangkan menurut hadits riwayat oleh At Tirmidzi, umur nabi Adam as adalah 1000 tahun.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw., ia bersabda : Ketika Allah menciptakan Adam Dia mengusap punggungnya maka jatuhlah setiap jiwa dari punggungnya. Dialah yang menciptakannya sampai hari kiamat. Dia menjadikan sinar cahaya di antara kedua mata setiap manusia. Kemudian Tuhan menampakkan mereka atas Adam. Lalu Adam bertanya : "Wahai Tuhanku, siapakah mereka?”. Allah berfirman: "Mereka adalah keturunanmu". Adam heran terhadap kecemerlangan apa yang di antara kedua matanya. Ia bertanya : "Wahai Tuhanku, siapakah ini ?". Allah berfirman : "Ini seseorang dari umat yang akhir dari keturunanmu, namanya Daud". Ia berkata : "Berapakah Engkau beri umur ?". Allah berfirman : "Enam puluh tahun". Ia berkata : "Wahai Tuhanku, tambahkanlah 40 tahun dari umurku". Ketlka umur Adam telah habis, datanglah malaikat maut (malaikat pencabut nyawa). Adam berkata : "Bukankah kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud ?". Beliau bersabda : "Lalu Adam menentangnya, maka keturunannya menentang. Adam lupa, maka keturunannya lupa, dan Adam salah maka keturunannya Salah". (Hadits ditakhrij oleh At Tirmidzi).
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Ketika Allah menciptakan Adam dan telah meniupkan ruh padanya, Adam bersin, lalu ia mengucapkan : "Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)", ia memuji Allah dengan seizinNya. Lalu Allah berfirman kepadanya : "Rahimakallah ya Adam (Hai Adam, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu). Pergilah kepada para malaikat itu yakni yang duduk-duduk dari mereka, dan ucapkanlah : "Assalamu'alaikum (semoga kesejahteraan tetap atasmu)". Mereka menjawab : "Wa'alaikas salam wa rahmatullah (semoga kesejateraan dan rahmat Allah atasmu)". Kemudian ia kembali kepada Tuhannya. Allah berfirman: "Inilah penghormatanmu dan penghormatan di kalangan anak cucumu". Lalu Allah berfirman kepadanya dengan tergenggam kedua belah tanganNya: "Pilihlah mana yang kamu sukai?". Adam menjawab saya memilih tangan kanan TuhanKu". Dua tangan Tuhanku yang kanan adalah penuh berkah, kemudian dibentangkannya, tiba-tiba di sana ada Adam dan keturunannya. Adam berkata : "Wahai Tuhanku, apakah itu", Allah berfirman : "Mereka adalah keturunanmu". Masing-masing dari mereka telah tercatat umurnya diantara dua matanya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang paling bersinar atau termasuk orang yang bersinar dari mereka. Adam berkata : "Wahai Tuhanku, siapakah ini?". Allah berfirman: "Ini adalah anakmu Daud, telah Aku catat umurnya 40 tahun". Adam berkata : "Wahai Tuhanku, tambahlah umurnya". Allah berfirman : "Itulah vang telah Aku catat baginya". Adam berkata : "Wahai Tuhanku, aku memberikan 60 tahun dari umurku untuknya". Allah berfirman : "Kamu dan itu". Kemudian Allah menempatkannya di sorga selama yang dikehendaki Allah, kemudian diturunkan dari padanya dan Adam menghitung (umur = pen) dirinya. Beliau bersabda : "Malaikat maut (malaikat pencabut ruh) datang kepadanya, lalu Adam berkata : "Kamu tergesa-gesa, saya telah dicatat berumur 1000 tahun". Malaikat maut menjawab: "Memang, tetapi kamu telah memberikan kepada anakmu Daud 60 tahun". Lalu Adam menentang, maka keturunannya pun menentang. Adam lupa maka keturunannya pun lupa. Beliau bersabda : Sejak itu, diperintahkan untuk membuat catatan dan saksi-saksi". (Hadits ditakhrij oleh Turmudzi).
Menurut silsilah Kitab Kejadian (kitab pertama dari Alkitab dan kitab Taurat Musa atau Tanakh), nabi Adam as meninggal dunia pada usia 930 tahun. Sedangkan menurut hadits riwayat oleh At Tirmidzi, umur nabi Adam as adalah 1000 tahun.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw., ia bersabda : Ketika Allah menciptakan Adam Dia mengusap punggungnya maka jatuhlah setiap jiwa dari punggungnya. Dialah yang menciptakannya sampai hari kiamat. Dia menjadikan sinar cahaya di antara kedua mata setiap manusia. Kemudian Tuhan menampakkan mereka atas Adam. Lalu Adam bertanya : "Wahai Tuhanku, siapakah mereka?”. Allah berfirman: "Mereka adalah keturunanmu". Adam heran terhadap kecemerlangan apa yang di antara kedua matanya. Ia bertanya : "Wahai Tuhanku, siapakah ini ?". Allah berfirman : "Ini seseorang dari umat yang akhir dari keturunanmu, namanya Daud". Ia berkata : "Berapakah Engkau beri umur ?". Allah berfirman : "Enam puluh tahun". Ia berkata : "Wahai Tuhanku, tambahkanlah 40 tahun dari umurku". Ketlka umur Adam telah habis, datanglah malaikat maut (malaikat pencabut nyawa). Adam berkata : "Bukankah kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud ?". Beliau bersabda : "Lalu Adam menentangnya, maka keturunannya menentang. Adam lupa, maka keturunannya lupa, dan Adam salah maka keturunannya Salah". (Hadits ditakhrij oleh At Tirmidzi).
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Ketika Allah menciptakan Adam dan telah meniupkan ruh padanya, Adam bersin, lalu ia mengucapkan : "Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)", ia memuji Allah dengan seizinNya. Lalu Allah berfirman kepadanya : "Rahimakallah ya Adam (Hai Adam, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu). Pergilah kepada para malaikat itu yakni yang duduk-duduk dari mereka, dan ucapkanlah : "Assalamu'alaikum (semoga kesejahteraan tetap atasmu)". Mereka menjawab : "Wa'alaikas salam wa rahmatullah (semoga kesejateraan dan rahmat Allah atasmu)". Kemudian ia kembali kepada Tuhannya. Allah berfirman: "Inilah penghormatanmu dan penghormatan di kalangan anak cucumu". Lalu Allah berfirman kepadanya dengan tergenggam kedua belah tanganNya: "Pilihlah mana yang kamu sukai?". Adam menjawab saya memilih tangan kanan TuhanKu". Dua tangan Tuhanku yang kanan adalah penuh berkah, kemudian dibentangkannya, tiba-tiba di sana ada Adam dan keturunannya. Adam berkata : "Wahai Tuhanku, apakah itu", Allah berfirman : "Mereka adalah keturunanmu". Masing-masing dari mereka telah tercatat umurnya diantara dua matanya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang paling bersinar atau termasuk orang yang bersinar dari mereka. Adam berkata : "Wahai Tuhanku, siapakah ini?". Allah berfirman: "Ini adalah anakmu Daud, telah Aku catat umurnya 40 tahun". Adam berkata : "Wahai Tuhanku, tambahlah umurnya". Allah berfirman : "Itulah vang telah Aku catat baginya". Adam berkata : "Wahai Tuhanku, aku memberikan 60 tahun dari umurku untuknya". Allah berfirman : "Kamu dan itu". Kemudian Allah menempatkannya di sorga selama yang dikehendaki Allah, kemudian diturunkan dari padanya dan Adam menghitung (umur = pen) dirinya. Beliau bersabda : "Malaikat maut (malaikat pencabut ruh) datang kepadanya, lalu Adam berkata : "Kamu tergesa-gesa, saya telah dicatat berumur 1000 tahun". Malaikat maut menjawab: "Memang, tetapi kamu telah memberikan kepada anakmu Daud 60 tahun". Lalu Adam menentang, maka keturunannya pun menentang. Adam lupa maka keturunannya pun lupa. Beliau bersabda : Sejak itu, diperintahkan untuk membuat catatan dan saksi-saksi". (Hadits ditakhrij oleh Turmudzi).
Kisah nabi Daud
Daud bin Yisya adalah salah seorang
dari tiga belas bersaudara turunan ketiga belas dari Nabi Ibrahim a.s. Ia
tinggal bermukim di kota Baitlehem, kota kelahiran Nabi Isa a.s. bersama ayah
dan tiga belas saudaranya.
Beberapa Kisah Kehidupan Nabi Daud A.S.
· Daud Dan Raja Thalout
· Daud Dinobatkan Sebagai Raja
· Nabi Daud mendapat Godaan
· Hari Sabtunya Bani Isra'il
· Beberapa Kurniaan Allah Kepada Nabi Daud
· Beberapa Ibrah Dari Kisah Nabi Daud A.S
Daud Dan Raja Thalout
Ketika raja Thalout raja Bani Isra'il mengerahkan orang supaya memasuki tentera dan menyusun tentera rakyat untuk berperang melawan bangsa Palestin, Daud bersama dua orang kakaknya diperintahkan oleh ayahnya untuk turut berjuang dan menggabungkan diri ke dalam barisan askar Thalout. Khusus kepada Daud sebagai anak yang termuda di antara tiga bersaudara, ayahnya berpesan agar ia berada di barisan belakang dan tidak boleh turut bertempur. Ia ditugaskan hanya untuk melayani kedua kakaknya yang harus berada dibarisan depan, membawakan makanan dan minuman serta keperluan-2 lainnya bagi mereka, di samping ia harus dari waktu ke waktu memberi lapuran kepada ayahnya tentang jalannya pertempuran dan keadaan kedua kakaknya di dalam medan perang. Ia sesekali tidak diizinkan maju ke garis depan dan turut bertempur, mengingatkan usianya yang masih muda dan belum ada pengalaman berperang sejak ia dilahirkan.
Akan tetapi ketika pasukan Thalout dari Bani Isra'il berhadapan muka dengan pasukan Jalout dari bangsa Palestin, Daud lupa akan pesan ayahnya tatkala mendengar suara Jalout yang nyaring dengan penuh kesombongan menentang mengajak berperang, sementara jaguh-jaguh perang Bani Isra'il berdiam diri sehinggapi rasa takut dan kecil hati. Ia secara spontan menawarkan diri untuk maju menghadapi Jalout dan terjadilah pertempuran antara mereka berdua yang berakhir dengan terbunuhnya Jalout sebagaimana telah diceritakan dalam kisah sebelum ini.
Sebagai imbalan bagi jasa Daud mengalahkan Jalout maka dijadikan menantu oleh Thalout dan dikahwinkannya dengan puterinya yang bernama Mikyal, sesuai dengan janji yang telah diumumkan kepada pasukannya bahwa puterinya akan dikahwinkan dengan orang yang dapat bertempur melawan Jalout dan mengalahkannya.
Di samping ia dipungut sebagai menantu, Daud diangkat pula oleh raja Thalout sebagai penasihatnya dan orang kepercayaannya. Ia disayang, disanjung dan dihormati serta disegani bukan sahaja oleh mertuanya bahkan oleh seluruh rakyat Bani Isra'il yang melihatnya sebagai pahlawan bangsa yang telah berhasil mengangkat keturunan serta darjat Bani Isra'il di mata bangsa-2 sekelilingnya.
Suasana keakraban, saling sayang dan saling cinta yang meliputi hubungan sang menantu Daud dengan sang mertua Thalout tidak dapat bertahan lama. Pada akhir waktunya Daud merasa bahwa ada perubahan dalam sikap mertuanya terhadap dirinya. Muka manis yang biasa ia dapat dari mertuanya berbalik menjadi muram dan kaku, kata-katanya yang biasa didengar lemah-lembut berubah menjadi kata-kata yang kasar dan keras. Bertanya ia kepada diri sendiri gerangan apakah kiranya yang menyebabkan perubahan sikap yang mendadak itu? Adakah hal-hal yang dilakukan yang dianggap oleh mertuanya kurang layak, sehingga menjadikan ia marah dan benci kepadanya? Ataukah mungkin hati mertuanya termakan oleh hasutan dan fitnahan orang yang sengaja ingin merusakkan suasana harmoni dan damai di dalam rumah tangganya? Bukankah ia seorang menantu yang setia dan taat kepada mertuanta yang telah memenuhi tugasnya dalam perang sebaik yang oa harapkan? dan bukankah ia selalu tetap bersedia mengorbankan jiwa raganya untuk membela dan mempertahankan kekekalan kerajaan mertuanya?
Daud tidak mendapat jawapan yang memuaskan atas pertanyaan-2 yang melintasi fikirannya itu. IA kemudian kembali kepada dirinya sendiri dan berkata dalam hatinya mungkin apa yang ia lihat sebagai perubahan sikap dan perlakuan dari mertuannya itu hanya suatu dugaan dan prasangka belaka dari pihaknya dan kalau pun memang ada maka mungkin disebabkan oleh urusan-2 dan masalah-2 peribadi dari mertua yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya sebagai menantu. demikianlah dia mencuba menenangkan hati dan fikirannya yang masyangul yang berfikir selanjutnya tidak akan mempedulikan dan mengambil kisah tentang sikap dan tindak-tanduk mertuanya lebih jauh.
Pada suatu malam gelap yang sunyi senyap, ketika ia berada di tempat tidur bersam isterinya Mikyal. Daud berkata kepada isterinya: "Wahai Mikyal, entah benarkah aku atau salah dalam tanggapanku dan apakah khayal dan dugaan hatiku belaka atau sesuatu kenyataan apa yang aku lihat dalam sikap ayahmu terhadap diriku? Aku melihat akhir-2 ini ada perubahan sikap dari ayahmu terhadap diriku. Ia selalu menghadapi aku dengan muka muram dan kaku tidak seperti biasanya. Kata-katanya kepadaku tidak selamah lembut seperti dulu. Dari pancaran pandangannya kepadaku aku melihat tanda-2 antipati dan benci kepadaku. Ia selalu menggelakkan diri dari duduk bersama aku bercakap-cakap dan berbincang-bincang sebagaimana dahulu ia lakukan bila ia melihatku berada di sekitarnya."
Mikyal menjawab seraya menghela nafas panjang dan mengusap air mata yang terjatuh di atas pipinya: "Wahai Daud aku tidak akan menyembunyikan sesuatu daripadamu dan sesekali tidak akan merahsiakan hal-hal yang sepatutnya engkau ketahui. Sesungguhnya sejak ayahku melihat bahawa keturunanmu makin naik di mata rakyat dan namamu menjadi buah mulut yang disanjung-sanjung sebagai pahlawan dan penyelamat bangsa, ia merasa iri hati dan khuatir bila pengaruhmu di kalangan rakyat makin meluas dan kecintaan mereka kepadamu makin bertambah, hal itu akan dapat melemahkan kekuasaannya dan bahkan mungkin mengganggu kewibawaan kerajaannya. Ayahku walau ia seorang mukmin berilmu dan bukan dari .keturunan raja menikmati kehidupan yang mewah, menduduki yang empuk dan merasakan manisnya berkuasa. Orang mengiakan kata-katanya, melaksanakan segala perintahnya dan membungkukkan diri jika menghadapinya. Ia khuatir akan kehilangan itu semua dan kembali ke tanah ladangnya dan usaha ternaknya di desa. Kerananya ia tidak menyukai orang menonjol yang dihormati dan disegani rakyat apalagi dipuja-puja dan dianggapnya pahlawan bangsa seperti engkau. Ia khuatir bahawa engkau kadang-2 dapat merenggut kedudukan dan mahkotanya dan menjadikan dia terpaksa kembali ke cara hidupnya yang lama sebagaimana tiap raja meragukan kesetiaan tiap orang dan berpurba sangka terhadap tindakan-2 orang-2nya bila ia belum mengerti apa yang dituju dengan tindakan-2 itu."
"Wahai Daud", Mikyal meneruskan ceritanya, "Aku mendapat tahu bahawa ayahku sedang memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan engkau dan mengikis habis pengaruhmu di kalangan rakyat dan walaupun aku masih merayukan kebenaran berita itu, aku rasa tidak ada salahnya jika engkau dari sekarang berlaku waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang malang bagi dirimu."
Daud merasa hairan kata-kata isterinya itu lalu ia bertanya kepada dirinya sendiri dan kepada isterinya: "Mengapa terjadi hal yang sedemikian itu? Mengapa kesetiaku diragukan oleh ayah mu, padahal aku dengan jujur dan ikhlas hati berjuang di bawah benderanya, menegakkan kebenaran dan memerangi kebathilan serta mengusir musuh ayahmu, Thalout telah kemasukan godaan Iblis yang telah menghilangkan akal sihatnya serta mengaburkan jalan fikirannya?" Kemudian tertidurlah Daud selesai mengucapkan kata-kata itu.
Pada esok harinya Daud terbangun oelh suara seorang pesurh Raja yang menyampaikan panggilan dan perintah kepadanya untuk segera datang menghadap.
Berkata sang raja kepada Daud yang berdiri tegak di hadapannya: "Hai Daud fikiranku kebelakang ini sgt terganggu oleh sebuah berita yang menrungsingkan. Aku mendengar bahwa bangsa Kan'aan sedang menyusun kekuatannya dan mengerahkan rakyatnya untuk datang menyerang dan menyerbu daerah kita. Engkaulah harapan ku satu-satunya, hai Daud yang akan dapat menanganu urusan ini maka ambillah pedangmu dan siapkanlah peralatan perangmu pilihlah orang-orang yang engkau percayai di antara tenteramu dan pergilah serbu mereka di rumahnya sebelum sebelum mereka sempat datang kemari. Janganlah engkau kembali dari medan perang kecuali dengan membawa bendera kemenangan atau dengan jenazahmu dibawa di atas bahu orang-orangmu."
Thalout hendak mencapi dua tujuan sekaligus dengan siasatnya ini, ia handak menghancurkan musuh yang selalu mengancam negerinya dan bersamaan dengan itu mengusirkan Daud dari atas buminya karena hampir dapat memastikan kepada dirinya bahwa Daud tidak akan kembali selamat dan pulang hidup dari medan perang kali ini.
Siasat yang mengandungi niat jahat dan tipu daya Thalout itu bukan tidak diketahui oleh Daud. Ia merasa ada udang disebalik batu dalam perintah Thalout itu kepadanya, namun ia sebagai rakyat yang setia dan anggota tentera yang berdisiplin ia menerima dan melaksanakan perintah itu dengan sebaik-baiknya tanpa mempedulikan atau memperhitungkan akibat yang akan menimpa dirinya.
Dengan bertawakkal kepada Allah berpasrah diri kepada takdir-Nya dan berbekal iman dan talwa di dalam hatinya berangkatlah Daud berserta pasukannya menuju daerah bangsa Kan'aan. Ia tidak luput dari lindungan Allah yang memang telah menyuratkan dalam takdir-Nya mengutuskan Daud sebagai Nabi dan Rasul. Maka kembalilah Daud ke kampung halamannya berserta pasukannya dengan membawa kemenangan gilang-gemilang.
Kedatangan Daud kembali dengan membawa kemenangan diterima oleh Thalout dengan senyum dan tanda gembira yang dipaksakan oleh dirinya. Ia berpura-pura menyambut Daud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan kebenciannya, apalagi disadarinya bahwa dengan berhasilnya Daud menggondol kemenangan, pengaruhnya di mata rakyat makin naik dan makin dicintainyalah ia oleh Bani Isra'il sehingga di mana saja orang berkumpul tidak lain yang dipercakapkan hanyalah tentang diri Daud, keberaniannya, kecekapannya memimpin pasukan dan kemahirannya menyusun strategi dengan sifat-sifat mana ia dapat mengalahkan bangsa Kan'aan dan membawa kembali ke rumah kemenangan yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa.
Gagallah siasat Thalout menyingkirkan Daud dengan meminjam tangan orang-orang Kan'aan. Ia kecewa tidak melihat jenazah Daud diusung oleh orang-orang nya yang kembali dari medan perang sebagaimana yang ia harapkan dan ramalkan, tetapi ia melihat Daud dalam keadaan segar-bugar gagah perkasa berada di hadapan pasukannya menerima alu-aluan rakyat dan sorak-sorainya tanda cinta kasih sayang mereka kepadanya sebagai pahlawan bangsa yang tidak terkalahkan.
Thalout yang dibayang rasa takut akan kehilangan kekuasaan melihat makin meluasnya pengaruh Daud, terutama sejak kembalinya dari perang dengan bangsa Kan'aan, berfikir jalan satu-satunya yang akan menyelamatkan dia dari ancaman Daud ialah membunuhnya secara langsung. Lalu diaturlah rencana pembunuhannya sedemikian cermatnya sehingga tidak akan menyeret namanya terbawa-bawa ke dalamnya. Mikyal, isteri Daud yang dapat mencium rancangan jahat ayahnya itu, segera memberitahu kepada suaminya, agar ia segera menjauhkan diri dan meninggalkan kota secepat mungkin sebelum rancangan jahat itu sempat dilaksanakan . Maka keluarlah Daud memenuhi anjuran isterinya yang setia itu meninggalkan kota diwaktu malam gelap dengan tiada membawa bekal kecuali iman di dada dan kepercayaan yang teguh yang akan inayahnya Allah dan rahmat-Nya.
Setelah berita menghilangnya Daud dari istana Raja diketahui oleh umum, berbondong-bondonglah menyusul saudara-2nya, murid-2nya dari para pengikutnya mencari jejaknya untuk menyampaukan kepadanya rasa setiakawan mereka serta menawarkan bantuan dan pertolongan yang mungkin diperlukannya.
Mereka menemui Daud sudah agak jauh dari kota, ia lagi istirahat seraya merenungkan nasib yang ia alami sebgai akibat dari perbuatan seorang hamba Allah yang tidak mengenal budi baik sesamanya dan yang selalu memperturutkan hawa nafsunya sekadar untuk mempertahankan kekuasaan duniawinya. Hamba Allah itu tidak sedar, fikir Daud bahwa kenikmatan dan kekuasaan duniawi yang ia miliki adalah pemberian Allah yang sewaktu-waktu dapat dicabut-Nya kembali daripadanya.
Daud Dinobatkan Sebagai Raja
Raja Thalout makin lama makin berkurang pengaruhnya dan merosot .kewibawaannya sejak ia ditingglkan oleh Daud dan diketahui oleh rakyat rancangan jahatnya terhadap orang yang telah berjasa membawa kemenangan demi kemenangan bagi negara dan bangsanya. Dan sejauh perhargaan rakyat terhadap Thalout merosot, sejauh itu pula cinta kasih mereka kepada Daud makin meningkat, sehingga banyak diantara mereka yang lari mengikuti Daud dan menggabungkan diri ke dalam barisannya, hal mana menjaadikan Thalout kehilangan akal dan tidak dapat menguasai dirinya. IA lalu menjalankan siasat tangan besi, menghunus pedang dan membunuh siapa saja yang ia ragukan kesetiaannya, tidak terkecuali di antara korban-2nya terdapat para ulama dan para pemuka rakyat.
Thalout yang mengetahui bahawa Daud yang merupakan satu-satunya saingan baginya masih hidup yang mungkin sekali akan menuntut balas atas pengkhianatan dan rancangan jahatnya, merasakan tidak dapat tidur nyenyak dan hidup tebteram di istananya sebelum ia melihatnya mati terbunuh. Kerananya ia mengambil keputusan untuk mengejar Daud di mana pun ia berada, dengan sisa pasukan tenteranya yang sudah goyah disiplinnya dan kesetiaannya kepada Istana. Ia fikir harus cepat-2 membinasakan Daud dan para pengikutnya sebelum mereka menjadi kuat dan bertambah banyak pengikutnya.
Daud bersert para pengikutnya pergi bersembunyi di sebuah tempat persembunyian tatkala mendengar bahwa Thalout dengan askarnya sedang mengejarnya dan sedang berada Tidak jauh dari tempat persembunyiannya. Ia menyuruh beberapa orang drp para pengikutnya untuk melihat dan mengamat-amati kedudukan Thalout yang sudah berada dekat dari tempat mereka bersembunyi. Mereka kembali memberitahukan kepada Daud bahawa Thalout dan askarnya sudah berada di sebuah lembah dekat dengan tempat mereka dan sedang tertidur semuanya dengan nyenyak. Mereka berseru kepada Daud jangan menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk memberi pukulan yang memastikan kepada Thalout dan askarnya. Anjuran mereka ditolak oleh Daud dan ia buat sementara merasa cukup sebagai peringatan pertama bagi Thalout menggunting saja sudut bajunya selagi ia nyenyak dalam tidurnya.
Setelah Thalout terbangun dari tidurnya, dihampirilah ia oleh Daud yang seraya menunjukkan potongan yang digunting dari sudut bajunya berkatalah ia kepadanya: "Lihatlah pakaian bajumu yang telah aku gunting sewaktu engkau tidur nyenyak. Sekiranya aku mahu nescaya aku dengan mudah telah membunuhmu dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu, namun aku masih ingin memberi kesempatan kepadamu untuk bertaubat dan ingat kepada Tuhan serta membersihkan hati dan fikiranmu dari sifat-sifat dengki, hasut dan buruk sangka yang engkau jadikan dalih untuk membunuh orang sesuka hatimu."
Thalout tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya bercampur malu yang nampak jelas pada wajahnya yang pucat. Ia berkata menjawab Daud: "Sungguh engkau adalah lebih adil dan lebih baik hati daripadaku. Engkau benar-benar telah menunjukkan jiwa besar dan perangai yang luhur. Aku harus mengakui hal itu."
Peringatan yang diberikan oleh Daud belum dapat menyedarkan Thalout. Hasratnya yang keras untuk mempertahankan kedudukannya yang sudah lapuk itu menjadikan ia lupa peringatan yang ia terima dari Daud tatkala digunting sudut bajunya. Ia tetap melihat Daud sebagai musuh yang akan menghancurkan kerajaannya dan mengambil alih mahkotanya. Ia merasa belum aman selama masih hidup dikelilingi oleh para pengikutnya yang makin lama makin membesar bilangannya. Ia enggan menarik pengajaran dan peristiwa perguntingan bajunya dan mencuba sekali lagi membawa askarnya mengejar dan mencari Daud untuk menangkapnya hidup atau mati.
Sampailah berita pengejaran Thalout ke telinga Daud buat kali keduanya, maka dikirimlah pengintai oleh Daud untuk mengetahui dimana tempat askar Thalout berkhemah. Di ketemukan sekali lagi mereka sedang berada disebuah bukit tertidur dengan nyenyaknya karena payah kecapaian. Dengan melangkah beberapa anggota pasukan yang lagi tidur, sampailah Daud di tempat Thalout yang lagi mendengkur dalam tidurnya, diambilnyalah anak panah yang tertancap di sebelah kanan kepala Thalout berserta sebuah kendi air yang terletak disebelah kirinya. Kemudian dari atas bukit berserulah Daud sekeras suaranya kepada anggota pasukan Thalout agar mereka bangun ari tidurnya dan menjaga baik-baik keselamatan rajanya yang nyaris terbunuh karena kecuaian mereka. Ia mengundang salah seorang dari anggota pasukan untuk datang mengambil kembali anak panah dan kendi air kepunyaan raja yang telah dicuri dari sisinya tanpa seorang pun dari mereka yang mengetahuinya.
Tindakan Daud itu yang dimaksudkan sebagai peringatan kali kedua kepada Thalout bahwa pasukan pengawal yang besar yang mengelilinginya tidak akan dapat menyelamatkan nyawanya bila Allah menghendaki merenggutnya. Daud memberi dua kali peringatan kepada Thalout bukan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan yang nyata yang menjadikan ia merasa ngeri membayangkan kesudahan hayatnya andaikan Daud menuntut balas atas apa yang ia telah lakukan dan rancangkan untuk pembunuhannya.
Jiwa bsar yang telah ditunjukkan oleh daud dalam kedua peristiwa itu telah sangat berkesan dalam lubuk hati Thalout.
Ia terbangun dari lamunannya dan sedar bahawa ia telah jauh tersesat dalam sikapnya terhadap Daud. Ia sedar bahawa nafsu angkara murka dan bisikan iblislah yang mendorongkan dia merancangkan pembunuhan atas diri Daud yang tidak berdosa, yang setia kepada kerajaannya, yang berkali-kali mempertaruhkan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, tidak pernah berbuat kianat atau melalaikan tugas dan kewajibannya. Ia sedar bahawa ia telah berbuat dosa besar dengan pembunuhan yang telah dilakukan atas beberapa pemuka agama hanya kerana purba sangka yang tidak berdasar.
Thalout duduk seorang diri termenung membalik-balik lembaran sejarah hidupnya, sejak berada di desa bersama ayahnya, kemudian tanpa diduga dan disangka, berkat rahmat dan kurnia Allah diangkatlah ia menjadi raja Bani Isra'il dan bagaimana Tuhan telah mengutskan Daud untuk mendampinginya dan menjadi pembantunya yang setia dan komandan pasukannya yang gagah perkasa yang sepatutnya atas jasa-jasanya itu ia mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan bukan sebagaimana ia telah lakukan yang telah merancangkan pembunuhannya dan mengejar-gejarnya setelah ia melarikan diri dari istana. Dan walaupun ia telah mengkhianati Daud dengan rancangan jahatnya, Daud masih berkenan memberi ampun kepadanya dalam dua kesempatan di mana ia dengan mudah membunuhnya andaikan dia mahu.
Beberapa Kisah Kehidupan Nabi Daud A.S.
· Daud Dan Raja Thalout
· Daud Dinobatkan Sebagai Raja
· Nabi Daud mendapat Godaan
· Hari Sabtunya Bani Isra'il
· Beberapa Kurniaan Allah Kepada Nabi Daud
· Beberapa Ibrah Dari Kisah Nabi Daud A.S
Daud Dan Raja Thalout
Ketika raja Thalout raja Bani Isra'il mengerahkan orang supaya memasuki tentera dan menyusun tentera rakyat untuk berperang melawan bangsa Palestin, Daud bersama dua orang kakaknya diperintahkan oleh ayahnya untuk turut berjuang dan menggabungkan diri ke dalam barisan askar Thalout. Khusus kepada Daud sebagai anak yang termuda di antara tiga bersaudara, ayahnya berpesan agar ia berada di barisan belakang dan tidak boleh turut bertempur. Ia ditugaskan hanya untuk melayani kedua kakaknya yang harus berada dibarisan depan, membawakan makanan dan minuman serta keperluan-2 lainnya bagi mereka, di samping ia harus dari waktu ke waktu memberi lapuran kepada ayahnya tentang jalannya pertempuran dan keadaan kedua kakaknya di dalam medan perang. Ia sesekali tidak diizinkan maju ke garis depan dan turut bertempur, mengingatkan usianya yang masih muda dan belum ada pengalaman berperang sejak ia dilahirkan.
Akan tetapi ketika pasukan Thalout dari Bani Isra'il berhadapan muka dengan pasukan Jalout dari bangsa Palestin, Daud lupa akan pesan ayahnya tatkala mendengar suara Jalout yang nyaring dengan penuh kesombongan menentang mengajak berperang, sementara jaguh-jaguh perang Bani Isra'il berdiam diri sehinggapi rasa takut dan kecil hati. Ia secara spontan menawarkan diri untuk maju menghadapi Jalout dan terjadilah pertempuran antara mereka berdua yang berakhir dengan terbunuhnya Jalout sebagaimana telah diceritakan dalam kisah sebelum ini.
Sebagai imbalan bagi jasa Daud mengalahkan Jalout maka dijadikan menantu oleh Thalout dan dikahwinkannya dengan puterinya yang bernama Mikyal, sesuai dengan janji yang telah diumumkan kepada pasukannya bahwa puterinya akan dikahwinkan dengan orang yang dapat bertempur melawan Jalout dan mengalahkannya.
Di samping ia dipungut sebagai menantu, Daud diangkat pula oleh raja Thalout sebagai penasihatnya dan orang kepercayaannya. Ia disayang, disanjung dan dihormati serta disegani bukan sahaja oleh mertuanya bahkan oleh seluruh rakyat Bani Isra'il yang melihatnya sebagai pahlawan bangsa yang telah berhasil mengangkat keturunan serta darjat Bani Isra'il di mata bangsa-2 sekelilingnya.
Suasana keakraban, saling sayang dan saling cinta yang meliputi hubungan sang menantu Daud dengan sang mertua Thalout tidak dapat bertahan lama. Pada akhir waktunya Daud merasa bahwa ada perubahan dalam sikap mertuanya terhadap dirinya. Muka manis yang biasa ia dapat dari mertuanya berbalik menjadi muram dan kaku, kata-katanya yang biasa didengar lemah-lembut berubah menjadi kata-kata yang kasar dan keras. Bertanya ia kepada diri sendiri gerangan apakah kiranya yang menyebabkan perubahan sikap yang mendadak itu? Adakah hal-hal yang dilakukan yang dianggap oleh mertuanya kurang layak, sehingga menjadikan ia marah dan benci kepadanya? Ataukah mungkin hati mertuanya termakan oleh hasutan dan fitnahan orang yang sengaja ingin merusakkan suasana harmoni dan damai di dalam rumah tangganya? Bukankah ia seorang menantu yang setia dan taat kepada mertuanta yang telah memenuhi tugasnya dalam perang sebaik yang oa harapkan? dan bukankah ia selalu tetap bersedia mengorbankan jiwa raganya untuk membela dan mempertahankan kekekalan kerajaan mertuanya?
Daud tidak mendapat jawapan yang memuaskan atas pertanyaan-2 yang melintasi fikirannya itu. IA kemudian kembali kepada dirinya sendiri dan berkata dalam hatinya mungkin apa yang ia lihat sebagai perubahan sikap dan perlakuan dari mertuannya itu hanya suatu dugaan dan prasangka belaka dari pihaknya dan kalau pun memang ada maka mungkin disebabkan oleh urusan-2 dan masalah-2 peribadi dari mertua yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya sebagai menantu. demikianlah dia mencuba menenangkan hati dan fikirannya yang masyangul yang berfikir selanjutnya tidak akan mempedulikan dan mengambil kisah tentang sikap dan tindak-tanduk mertuanya lebih jauh.
Pada suatu malam gelap yang sunyi senyap, ketika ia berada di tempat tidur bersam isterinya Mikyal. Daud berkata kepada isterinya: "Wahai Mikyal, entah benarkah aku atau salah dalam tanggapanku dan apakah khayal dan dugaan hatiku belaka atau sesuatu kenyataan apa yang aku lihat dalam sikap ayahmu terhadap diriku? Aku melihat akhir-2 ini ada perubahan sikap dari ayahmu terhadap diriku. Ia selalu menghadapi aku dengan muka muram dan kaku tidak seperti biasanya. Kata-katanya kepadaku tidak selamah lembut seperti dulu. Dari pancaran pandangannya kepadaku aku melihat tanda-2 antipati dan benci kepadaku. Ia selalu menggelakkan diri dari duduk bersama aku bercakap-cakap dan berbincang-bincang sebagaimana dahulu ia lakukan bila ia melihatku berada di sekitarnya."
Mikyal menjawab seraya menghela nafas panjang dan mengusap air mata yang terjatuh di atas pipinya: "Wahai Daud aku tidak akan menyembunyikan sesuatu daripadamu dan sesekali tidak akan merahsiakan hal-hal yang sepatutnya engkau ketahui. Sesungguhnya sejak ayahku melihat bahawa keturunanmu makin naik di mata rakyat dan namamu menjadi buah mulut yang disanjung-sanjung sebagai pahlawan dan penyelamat bangsa, ia merasa iri hati dan khuatir bila pengaruhmu di kalangan rakyat makin meluas dan kecintaan mereka kepadamu makin bertambah, hal itu akan dapat melemahkan kekuasaannya dan bahkan mungkin mengganggu kewibawaan kerajaannya. Ayahku walau ia seorang mukmin berilmu dan bukan dari .keturunan raja menikmati kehidupan yang mewah, menduduki yang empuk dan merasakan manisnya berkuasa. Orang mengiakan kata-katanya, melaksanakan segala perintahnya dan membungkukkan diri jika menghadapinya. Ia khuatir akan kehilangan itu semua dan kembali ke tanah ladangnya dan usaha ternaknya di desa. Kerananya ia tidak menyukai orang menonjol yang dihormati dan disegani rakyat apalagi dipuja-puja dan dianggapnya pahlawan bangsa seperti engkau. Ia khuatir bahawa engkau kadang-2 dapat merenggut kedudukan dan mahkotanya dan menjadikan dia terpaksa kembali ke cara hidupnya yang lama sebagaimana tiap raja meragukan kesetiaan tiap orang dan berpurba sangka terhadap tindakan-2 orang-2nya bila ia belum mengerti apa yang dituju dengan tindakan-2 itu."
"Wahai Daud", Mikyal meneruskan ceritanya, "Aku mendapat tahu bahawa ayahku sedang memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan engkau dan mengikis habis pengaruhmu di kalangan rakyat dan walaupun aku masih merayukan kebenaran berita itu, aku rasa tidak ada salahnya jika engkau dari sekarang berlaku waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang malang bagi dirimu."
Daud merasa hairan kata-kata isterinya itu lalu ia bertanya kepada dirinya sendiri dan kepada isterinya: "Mengapa terjadi hal yang sedemikian itu? Mengapa kesetiaku diragukan oleh ayah mu, padahal aku dengan jujur dan ikhlas hati berjuang di bawah benderanya, menegakkan kebenaran dan memerangi kebathilan serta mengusir musuh ayahmu, Thalout telah kemasukan godaan Iblis yang telah menghilangkan akal sihatnya serta mengaburkan jalan fikirannya?" Kemudian tertidurlah Daud selesai mengucapkan kata-kata itu.
Pada esok harinya Daud terbangun oelh suara seorang pesurh Raja yang menyampaikan panggilan dan perintah kepadanya untuk segera datang menghadap.
Berkata sang raja kepada Daud yang berdiri tegak di hadapannya: "Hai Daud fikiranku kebelakang ini sgt terganggu oleh sebuah berita yang menrungsingkan. Aku mendengar bahwa bangsa Kan'aan sedang menyusun kekuatannya dan mengerahkan rakyatnya untuk datang menyerang dan menyerbu daerah kita. Engkaulah harapan ku satu-satunya, hai Daud yang akan dapat menanganu urusan ini maka ambillah pedangmu dan siapkanlah peralatan perangmu pilihlah orang-orang yang engkau percayai di antara tenteramu dan pergilah serbu mereka di rumahnya sebelum sebelum mereka sempat datang kemari. Janganlah engkau kembali dari medan perang kecuali dengan membawa bendera kemenangan atau dengan jenazahmu dibawa di atas bahu orang-orangmu."
Thalout hendak mencapi dua tujuan sekaligus dengan siasatnya ini, ia handak menghancurkan musuh yang selalu mengancam negerinya dan bersamaan dengan itu mengusirkan Daud dari atas buminya karena hampir dapat memastikan kepada dirinya bahwa Daud tidak akan kembali selamat dan pulang hidup dari medan perang kali ini.
Siasat yang mengandungi niat jahat dan tipu daya Thalout itu bukan tidak diketahui oleh Daud. Ia merasa ada udang disebalik batu dalam perintah Thalout itu kepadanya, namun ia sebagai rakyat yang setia dan anggota tentera yang berdisiplin ia menerima dan melaksanakan perintah itu dengan sebaik-baiknya tanpa mempedulikan atau memperhitungkan akibat yang akan menimpa dirinya.
Dengan bertawakkal kepada Allah berpasrah diri kepada takdir-Nya dan berbekal iman dan talwa di dalam hatinya berangkatlah Daud berserta pasukannya menuju daerah bangsa Kan'aan. Ia tidak luput dari lindungan Allah yang memang telah menyuratkan dalam takdir-Nya mengutuskan Daud sebagai Nabi dan Rasul. Maka kembalilah Daud ke kampung halamannya berserta pasukannya dengan membawa kemenangan gilang-gemilang.
Kedatangan Daud kembali dengan membawa kemenangan diterima oleh Thalout dengan senyum dan tanda gembira yang dipaksakan oleh dirinya. Ia berpura-pura menyambut Daud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan kebenciannya, apalagi disadarinya bahwa dengan berhasilnya Daud menggondol kemenangan, pengaruhnya di mata rakyat makin naik dan makin dicintainyalah ia oleh Bani Isra'il sehingga di mana saja orang berkumpul tidak lain yang dipercakapkan hanyalah tentang diri Daud, keberaniannya, kecekapannya memimpin pasukan dan kemahirannya menyusun strategi dengan sifat-sifat mana ia dapat mengalahkan bangsa Kan'aan dan membawa kembali ke rumah kemenangan yang menjadi kebanggaan seluruh bangsa.
Gagallah siasat Thalout menyingkirkan Daud dengan meminjam tangan orang-orang Kan'aan. Ia kecewa tidak melihat jenazah Daud diusung oleh orang-orang nya yang kembali dari medan perang sebagaimana yang ia harapkan dan ramalkan, tetapi ia melihat Daud dalam keadaan segar-bugar gagah perkasa berada di hadapan pasukannya menerima alu-aluan rakyat dan sorak-sorainya tanda cinta kasih sayang mereka kepadanya sebagai pahlawan bangsa yang tidak terkalahkan.
Thalout yang dibayang rasa takut akan kehilangan kekuasaan melihat makin meluasnya pengaruh Daud, terutama sejak kembalinya dari perang dengan bangsa Kan'aan, berfikir jalan satu-satunya yang akan menyelamatkan dia dari ancaman Daud ialah membunuhnya secara langsung. Lalu diaturlah rencana pembunuhannya sedemikian cermatnya sehingga tidak akan menyeret namanya terbawa-bawa ke dalamnya. Mikyal, isteri Daud yang dapat mencium rancangan jahat ayahnya itu, segera memberitahu kepada suaminya, agar ia segera menjauhkan diri dan meninggalkan kota secepat mungkin sebelum rancangan jahat itu sempat dilaksanakan . Maka keluarlah Daud memenuhi anjuran isterinya yang setia itu meninggalkan kota diwaktu malam gelap dengan tiada membawa bekal kecuali iman di dada dan kepercayaan yang teguh yang akan inayahnya Allah dan rahmat-Nya.
Setelah berita menghilangnya Daud dari istana Raja diketahui oleh umum, berbondong-bondonglah menyusul saudara-2nya, murid-2nya dari para pengikutnya mencari jejaknya untuk menyampaukan kepadanya rasa setiakawan mereka serta menawarkan bantuan dan pertolongan yang mungkin diperlukannya.
Mereka menemui Daud sudah agak jauh dari kota, ia lagi istirahat seraya merenungkan nasib yang ia alami sebgai akibat dari perbuatan seorang hamba Allah yang tidak mengenal budi baik sesamanya dan yang selalu memperturutkan hawa nafsunya sekadar untuk mempertahankan kekuasaan duniawinya. Hamba Allah itu tidak sedar, fikir Daud bahwa kenikmatan dan kekuasaan duniawi yang ia miliki adalah pemberian Allah yang sewaktu-waktu dapat dicabut-Nya kembali daripadanya.
Daud Dinobatkan Sebagai Raja
Raja Thalout makin lama makin berkurang pengaruhnya dan merosot .kewibawaannya sejak ia ditingglkan oleh Daud dan diketahui oleh rakyat rancangan jahatnya terhadap orang yang telah berjasa membawa kemenangan demi kemenangan bagi negara dan bangsanya. Dan sejauh perhargaan rakyat terhadap Thalout merosot, sejauh itu pula cinta kasih mereka kepada Daud makin meningkat, sehingga banyak diantara mereka yang lari mengikuti Daud dan menggabungkan diri ke dalam barisannya, hal mana menjaadikan Thalout kehilangan akal dan tidak dapat menguasai dirinya. IA lalu menjalankan siasat tangan besi, menghunus pedang dan membunuh siapa saja yang ia ragukan kesetiaannya, tidak terkecuali di antara korban-2nya terdapat para ulama dan para pemuka rakyat.
Thalout yang mengetahui bahawa Daud yang merupakan satu-satunya saingan baginya masih hidup yang mungkin sekali akan menuntut balas atas pengkhianatan dan rancangan jahatnya, merasakan tidak dapat tidur nyenyak dan hidup tebteram di istananya sebelum ia melihatnya mati terbunuh. Kerananya ia mengambil keputusan untuk mengejar Daud di mana pun ia berada, dengan sisa pasukan tenteranya yang sudah goyah disiplinnya dan kesetiaannya kepada Istana. Ia fikir harus cepat-2 membinasakan Daud dan para pengikutnya sebelum mereka menjadi kuat dan bertambah banyak pengikutnya.
Daud bersert para pengikutnya pergi bersembunyi di sebuah tempat persembunyian tatkala mendengar bahwa Thalout dengan askarnya sedang mengejarnya dan sedang berada Tidak jauh dari tempat persembunyiannya. Ia menyuruh beberapa orang drp para pengikutnya untuk melihat dan mengamat-amati kedudukan Thalout yang sudah berada dekat dari tempat mereka bersembunyi. Mereka kembali memberitahukan kepada Daud bahawa Thalout dan askarnya sudah berada di sebuah lembah dekat dengan tempat mereka dan sedang tertidur semuanya dengan nyenyak. Mereka berseru kepada Daud jangan menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini untuk memberi pukulan yang memastikan kepada Thalout dan askarnya. Anjuran mereka ditolak oleh Daud dan ia buat sementara merasa cukup sebagai peringatan pertama bagi Thalout menggunting saja sudut bajunya selagi ia nyenyak dalam tidurnya.
Setelah Thalout terbangun dari tidurnya, dihampirilah ia oleh Daud yang seraya menunjukkan potongan yang digunting dari sudut bajunya berkatalah ia kepadanya: "Lihatlah pakaian bajumu yang telah aku gunting sewaktu engkau tidur nyenyak. Sekiranya aku mahu nescaya aku dengan mudah telah membunuhmu dan menceraikan kepalamu dari tubuhmu, namun aku masih ingin memberi kesempatan kepadamu untuk bertaubat dan ingat kepada Tuhan serta membersihkan hati dan fikiranmu dari sifat-sifat dengki, hasut dan buruk sangka yang engkau jadikan dalih untuk membunuh orang sesuka hatimu."
Thalout tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya bercampur malu yang nampak jelas pada wajahnya yang pucat. Ia berkata menjawab Daud: "Sungguh engkau adalah lebih adil dan lebih baik hati daripadaku. Engkau benar-benar telah menunjukkan jiwa besar dan perangai yang luhur. Aku harus mengakui hal itu."
Peringatan yang diberikan oleh Daud belum dapat menyedarkan Thalout. Hasratnya yang keras untuk mempertahankan kedudukannya yang sudah lapuk itu menjadikan ia lupa peringatan yang ia terima dari Daud tatkala digunting sudut bajunya. Ia tetap melihat Daud sebagai musuh yang akan menghancurkan kerajaannya dan mengambil alih mahkotanya. Ia merasa belum aman selama masih hidup dikelilingi oleh para pengikutnya yang makin lama makin membesar bilangannya. Ia enggan menarik pengajaran dan peristiwa perguntingan bajunya dan mencuba sekali lagi membawa askarnya mengejar dan mencari Daud untuk menangkapnya hidup atau mati.
Sampailah berita pengejaran Thalout ke telinga Daud buat kali keduanya, maka dikirimlah pengintai oleh Daud untuk mengetahui dimana tempat askar Thalout berkhemah. Di ketemukan sekali lagi mereka sedang berada disebuah bukit tertidur dengan nyenyaknya karena payah kecapaian. Dengan melangkah beberapa anggota pasukan yang lagi tidur, sampailah Daud di tempat Thalout yang lagi mendengkur dalam tidurnya, diambilnyalah anak panah yang tertancap di sebelah kanan kepala Thalout berserta sebuah kendi air yang terletak disebelah kirinya. Kemudian dari atas bukit berserulah Daud sekeras suaranya kepada anggota pasukan Thalout agar mereka bangun ari tidurnya dan menjaga baik-baik keselamatan rajanya yang nyaris terbunuh karena kecuaian mereka. Ia mengundang salah seorang dari anggota pasukan untuk datang mengambil kembali anak panah dan kendi air kepunyaan raja yang telah dicuri dari sisinya tanpa seorang pun dari mereka yang mengetahuinya.
Tindakan Daud itu yang dimaksudkan sebagai peringatan kali kedua kepada Thalout bahwa pasukan pengawal yang besar yang mengelilinginya tidak akan dapat menyelamatkan nyawanya bila Allah menghendaki merenggutnya. Daud memberi dua kali peringatan kepada Thalout bukan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan yang nyata yang menjadikan ia merasa ngeri membayangkan kesudahan hayatnya andaikan Daud menuntut balas atas apa yang ia telah lakukan dan rancangkan untuk pembunuhannya.
Jiwa bsar yang telah ditunjukkan oleh daud dalam kedua peristiwa itu telah sangat berkesan dalam lubuk hati Thalout.
Ia terbangun dari lamunannya dan sedar bahawa ia telah jauh tersesat dalam sikapnya terhadap Daud. Ia sedar bahawa nafsu angkara murka dan bisikan iblislah yang mendorongkan dia merancangkan pembunuhan atas diri Daud yang tidak berdosa, yang setia kepada kerajaannya, yang berkali-kali mempertaruhkan jiwanya untuk kepentingan bangsa dan negerinya, tidak pernah berbuat kianat atau melalaikan tugas dan kewajibannya. Ia sedar bahawa ia telah berbuat dosa besar dengan pembunuhan yang telah dilakukan atas beberapa pemuka agama hanya kerana purba sangka yang tidak berdasar.
Thalout duduk seorang diri termenung membalik-balik lembaran sejarah hidupnya, sejak berada di desa bersama ayahnya, kemudian tanpa diduga dan disangka, berkat rahmat dan kurnia Allah diangkatlah ia menjadi raja Bani Isra'il dan bagaimana Tuhan telah mengutskan Daud untuk mendampinginya dan menjadi pembantunya yang setia dan komandan pasukannya yang gagah perkasa yang sepatutnya atas jasa-jasanya itu ia mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan bukan sebagaimana ia telah lakukan yang telah merancangkan pembunuhannya dan mengejar-gejarnya setelah ia melarikan diri dari istana. Dan walaupun ia telah mengkhianati Daud dengan rancangan jahatnya, Daud masih berkenan memberi ampun kepadanya dalam dua kesempatan di mana ia dengan mudah membunuhnya andaikan dia mahu.
Kisah nabi Ismail
Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim dengan istrinya, Siti Hajar.
Siti hajar berasal dari budak kecil Raja Mesir yang diberikan kepada Siti
Sarah, dan setelah besar lalu dijadikan istri oleh Nabi Ibrahim. Dari istrinya inilah Nabi Ibrahim memperoleh anak yang bernama
Ismail. Adapun istrinya yang pertama, yaitu Siti Sarah, sedari muda
sudah mandul (tidak mempunyai anak) dan karena ia ingin sekali mempunyai
keturunan, maka setelah usianya sudah agak lanjut, barulah ia dikaruniahi Allah
seorang anak laki-laki yang bernama Ishak. Rupanya Siti Sarah kurang
senang apabila selalu berdekatan dengan madunya, seperti halnya watak wanita
pada umumnya, apalagi madunya itu sudah mempunyai anak, sedangkan ia sendiri
masih belum.
Kemudian Nabi Ibrahim membawa pindah
istrinya (Siti Hajar) bersama bayinya, Ismail ke negeri Mekah yang pada saat
itu masih berupa lautan padang pasir yang belum ada seorang manusia pun disana.
Seperti diceritakan dalam Al-Qur’an: surah Ibrahim ayat, 37:
“Hai Tuhan kami! Sesungguhnya kami
telah menempatkan anak keturunan kami di lembah yang tidak ada tanaman sama
sekali (Mekah) pada tempat rumah-Mu (Ka’bah) yang terhormat. Hai Tuhan kami!
Semoga mereka tetap mendirikan salat. Hendaklah Engkau jadikan hati manusia
rindu kepada mereka. Berilah mereka rezeki yang berupa buah-buahan,
mudah-mudahan mereka mengucapkan syukur kepada Tuhan.”
Nabi Ibrahim kembali ke Negeri Syam.
Ketika Siti Hajar telah kehabisan air, ia merasa sangat haus, karena itu air
susunya terasa berkurang, dan bayinya (Ismail) ikut menderita karena kekurangan
air susu.
Siti Hajar mencari air kemana-mana,
mondar mandir antara bukit Sofa dan Bukit Marwa, kalau- kalau ada air di situ.
Perbuatan Siti Hajar ini sampai sekarang dijadikan sebagian dari rukun “Ibadah
haji” yang dinamakan Sa’i (pulang balik antara Sofa dan Marwa) sebanyak tujuh
kali, dengan membacakan nama kebesaran Allah, mensucikan dan mengagungkan
Allah.
Tak lama kemudian Siti Hajar
mendengar suara (suara Jibril) yang membawa dan menunjukkan Siti Hajar
ke suatu tempat, dan disana di hentakkan kakinya ke bumi, maka terpancarlah
mata air yang sangat jernih dari dalamnya. Maka dengan segera Siti Hajar
mengambil air itu untuk memberi minum anaknya.. mata air itu semula meluap
kemana-mana, kemudian Malaikat berkata, “Zamzam” artinya, berkumpullah.” Maka,
mata air itu pun berkumpul, dan sampai sekarang mata air itu dinamakan sebagai Air
Zam zam. Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, air zamzam itu tidak pernah
kering sampai sekarang walau pun dipergunakan oleh sangat banyak manusia yang
mengambilnya.
Pada suatu hari lewatlah di sana
serombongan orang Arab Jurhum, yang kebetulan mereka sangat memerlukan
air, mereka sudah mencari kesana kemari, tapi belum menemukannya
Tiba-tiba terlihat oleh mereka
burung-burung yang sedang berterbangan di atas suatu bukit, biasanya ini suatu
pertanda bahwa disana ada mata air. Karena burung itu biasanya senang terbang
di atas mata air. Maka pergilah mereka ke sana, dan ternyata benar disana ada
mata air, yang disana ada Siti Hajar dan Bayinya, Ismail. Karena kebaikan hati
Siti Hajar kepada mereka dengan memberi air zamzam itu sekehendak yang mereka
butuhkan, sehingga mereka tertarik hatinya untuk tinggal di sana bersama Siti
Hajar.
Atas kebaikan hati Siti Hajar pula,
maka rombongan orang Arab Jurhum itu memberikan sebagian barang dagangannya
kepada Siti Hajar, sehingga Siti Hajar merasa senang dan bahagia hidupnya di
sana. Lama-kelamaan, bertambahlah penduduknya dan jadilah suatu desa yang aman
tentram serta subur dan makmur.
Setelah Ibrahim kembali ke Mekah
untuk menemui istri dan anaknya, alangkah terkejutnya beliau melihat tempat itu
sudah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur, dan meliahat Siti Hajar hidup
senang dan bahagia karena hidupnya berkecukupan. Siti Hajar menceritakan semua
kejadian yang dialaminya kepada suaminya. Nabi Ibrahim memuji kebesaran Allah,
yang telah mengabulkan doanya yang lalu.
Mendirikan
Ka’bah
Pada suatu hari Nabi Ibrahim
mendapat perintah untuk mendirikan Ka’bah di dekat telaga Zamzam. Hal itu
diberitahukan kepada anaknya Ismail. Maka keduanya sepakat untuk membangun
rumah Allah yang akan digunakan untuk beribadah.
Mereka membangun Ka’bah tersebut
dengan tangan-tangan mereka sendiri. Mengangkut batu dan pasir serta
bahan-bahan lainnya dengan tenaga yang ada padanya. Setiap selesai bekerja
Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ismail, keduanya berdoa, “Ya Tuhan!
Terimalah kerja kami ini, sungguh Engkau maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
“Ya Tuhan! Jadikanlah kami dan
keturunan kami umat yang menyerahkan diri kepada-Mu, dan perlihatkanlah kepada
kami, Ibadah kami, dan beri tobatlah kami, sesungguhnya Tuhan Maha Pemberi
Tobat dan amat Pengasih.”
Pada saat membangun rumah suci itu,
Ibrahim dan Ismail meletakkan sebuah Batu Besar berwarna Hitam mengkilat.
Sebelum meletakkan batu itu diciumnya sambil mengelilingi bangunan Ka’bah. Batu
tersebut sampai sekarang masih ada, itulah Hajar Aswad. Setelah bangunan
itu selesai, Allah mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail tata cara
beribadah menyembah Allah.
Tata cara beribadah yang diajarkan
kepada Nabi Ibrahim dan Ismail inilah yang juga diajarkan kepada Nabi-nabi dan
Rasul yang sesudahnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
“Ya Tuhan, bangkitkanlah seorang
utusan dari mereka itu yang mengajarkan ayat dan kitab serta segala
hikmah dan yang akan membersihkan dari dosa-dosa, Engkaulah Tuhan Yang Maha
Mulia lagi Perkasa.”
Nabi
Ismail, Cermin Anak yang Patuh
Pada suatu hari Nabi Ibrahim
bermimpi diperintah Tuhan untuk menyembelih anaknya (Ismail). Maka Nabi Ibrahim
bermusyawarah dengan anak-istrinya (Siti Hajar dan Ismail), bagaimana pendapat
keduanya tentang mimpinya itu. Siti Hajar berkata, “Barangkali mimpi itu hanya
permainan tidur belaka, maka janganlah engkau melakukannya, akan tetapi apabila
mimpi itu merupakan wahyu Tuhan yang harus di taati, maka saya berserah diri
kepada-Nya yang sangat pengasih dan Penyayang terhadap hambanya.”
Ismail berkata, “Ayahku! Apabila ini
merupakan wahyu yang harus kita taati, maka saya rela untuk disembelih.”
Ketiga orang anak beranak itu sudah
ikhlas melakukan perintah Tuhannya, maka keesokan harinya dilaksanakan perintah
itu.
Selanjutnya Ismail usul kepada
ayahnya, Ibrahim: “Sebaiknya saya disembelih dengan keadaan menelungkup, tapi
mata ayah hendaklah di tutup, kemudian ayah harus dapat mengira-ngira arah mana
pedang yang tajam itu ayah pukulkan, supaya tepat pada leher saya.”
Maka Nabi Ibrahim melaksanakan usul
anaknya itu, beliau mengucapkan kalimat atas nama Allah, seraya memancungkan
pedangnya yang tajam itu ke leher anaknya.
Kisah nabi Yaqub
Banyak orang di zaman kita
beranggapan bahwa agama hanya merupakan program-program yang kosong dan
nilai-nilai akhlak semata. Ini adalah keyakinan klasik dan salah. Pada
hakikatnya, agama adalah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya ialah
hubungan dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha memisahkan antara
problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari
berarti memisahkan agama dari kehidupan dan mengubahnya menjadi adat-istiadat,
tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang hampa. Kisah Nabi Syu'aib
menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah
SWT mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan:
"Dan
kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia berkata: 'Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.'" (QS.
Hud: 84)
Ini
adalah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini tidak
ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia merupakan dasar akidah
dan tanpa dasar ini mustahil suatu bangunan akan berdiri. Setelah peletakan
bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan dakwahnya:
"Dan
janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu
dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan
azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Setelah
menjelaskan masalah tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada masalah
muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan keadilan. Adalah hal
yang terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka mengurangi timbangan dan mereka
tidak memberikan hak-hak manusia. Ini adalah suatu kehinaan yang menyentuh
kesucian hati dan tangan sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan
kemuliaan.
Para
penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi timbangan adalah salah satu
bentuk kelihaian dan kepandaian dalam jual-beli serta bentuk kelicikan dalam
mengambil dan membeli. Kemudian nabi mereka datang dan mengingatkan bahwa hal
tersebut merupakan hal yang hina dan termasuk pencurian. Nabi Syu'aib
memberitahukan kepada mereka bahwa beliau khawatir jika mereka meneruskan
perbuatan keji itu niscaya akan turun kepada mereka azab di mana manusia tidak
akan dapat menghindar dari siksaan itu. Perhatikanlah bagaimana campur tangan
Islam melalui Nabi Syu'aib yang diutus kepada manusia di mana ia memperhatikan
persoalan jual-beli dan mengawasinya:
"Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi
Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya kepada
mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik, tidak ke jalan
yang buruk; beliau menghimbau kepada mereka untuk menegakkan timbangan dengan
keadilan dan kebenaran dan mengingatkan mereka agar jangan merampas hak-hak
orang lain. Merampas hak-hak orang lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja,
namun juga berhubungan dengan perbuatan-perbuatan lainnya; beliau memerintahkan
mereka untuk menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah seruan
dari agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran dan
keadilan.
Agama
selalu memerintahkan manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, baik menyangkut
hubungan kerja, hubungan pribadi maupun hubungan lainnya. Al-Qur'an al-Karim
mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka.
"Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat tersebut diucapkan kepada hal-hal
yang bersifat materi dan yang bersifat non-materi (rohani) di mana masuk dalam
katagori itu perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang menghasilkan.
Al-Qur'an melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman berkenaan dengan
menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kelaliman dalam bentuk tidak
memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan mereka. Sebab,
kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana ketidakharmonisan yang
berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus asa, dan sikap tidak peduli,
sehingga pada akhirnya hubungan sesama manusia berjalan tidak harmonis dan
menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an
mengingatkan agar jangan sampai ada manusia yang berbuat kerusakan di muka
bumi:
"Dan
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa
(keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang
beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu." (QS. Hud: 85-86)
Yang
dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk membuat
kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi; janganlah kalian
sengaja untuk menciptakan keonaran di muka bumi. Apa yang ada di sisi Allah SWT
adalah hal yang terbaik buat kalian jika kalian benar-benar beriman. Kemudian
Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada
mereka; ia tidak dapat menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka.
Beliau hanya sekadar seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan ajaran
Tuhannya:
"Dan
aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan
cara yang demikian, Nabi Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah yang mereka
hadapi saat ini sangat penting dan sangat serius, bahkan sangat berat. Beliau
memberitahu mereka akibat yang bakal mereka terima jika mereka membuat
kerusakan. Selesailah bagian pertama dari dialog Nabi Syu'aib bersama kaumnya.
Nabi Syu'aib telah mengawali pembicaraan dan kaumnya mendengarkan. Kemudian
beliau berhenti dari pembicaraannya dan sekarang kaum membuka pembicaraan:
"Mereka
berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan apa
yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand berbuat apa yang kami
kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat
penyantun lagi berakal " (QS. Hud: 87)
Para
penduduk Madyan yang kafir mereka biasa merampok dan menyembah al-Aikah, yaitu
pohon dari al-Aik yang dikelilingi oleh dahan-dahan yang berputar di
sekelilingnya. Mereka termasuk orang-orang yang menjalin hubungan sesama
manusia dengan cara-cara yang sangat keji. Mereka suka mengurangi timbangan;
mereka mengambil yang lebih darinya dan tidak menghiraukan kekurangannya.
Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka bersama Syu'aib. Mereka berkata,
"wahai Syu'aib apakah agamamu yang memerintahkanmu...?" Seakan-akan
agama ini mendorong Syu'aib dan membisikinya serta memerintahnya sehingga ia
menaati tanpa pertimbangan dan pemikiran. Sungguh Syu'aib telah berubah dengan
agamanya itu menjadi alat yang bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah
celaaan dan tuduhan keji yang dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya.
Agama Syu'aib telah membuatnya gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan
mereka meninggalkan apa yang selama ini mereka sembah dan disembah oleh
kakek-kakek mereka. Kakek-kakek mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan dan
pohon-pohonan sementara agama Syu'aib memerintahkan mereka untuk hanya
menyembah Allah SWT. Kenekatan model apa dari Syu'aib ini?
Dengan
ejekan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang terjadi dengan
mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh keheranan dan
dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan
apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah engkau sadar wahai
Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita dan cara kita menggunakan
harta kita? Apakah hubungan keimanan dan salat dengan muamalah materi?
Dengan
pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu tingkat
kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan, dan mereka
mengingkari adanya keterkaitan antara perilaku manusia dan muamalah mereka
serta perekonomian mereka. Ini adalah masalah yang klasik; ini adalah usaha
untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di mana setiap nabi justru di utus
untuknya meskipun nama-nama mereka berbeda-beda; ini adalah masalah kuno yang
diungkap oleh kaum Nabi Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut
campur dalam kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka
menggunakan harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta atau
menggunakannya atau menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak berhubungan
dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia. Bukankah itu
hartanya yang khusus lalu mengapa agama turut campur di dalamnya?
Demikianlah
pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib. Kami
kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan pemahaman
banyak masyarakat di zaman kita sekarang mereka menganggap bahwasannya Islam
tidak memiliki kaitan dengan kehidupan pribadi manusia dan kehidupan
perekonomian mereka. Oleh karena itu, manusia dapat menggunakan harta mereka
sesuai dengan kemauan mereka: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat
penyantun lagi berakal."
Mereka
ingin mengatakan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang bijaksana
dan memiliki pemikiran yang matang niscaya engkau tidak akan mengatakan apa
yang telah engkau katakan. Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib dan merendahkan
dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi Syu'aib tentang pemahaman
agama mereka maka mereka pasti mengingkari bahwa agama adalah sebagai sistem
dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan
lebih pantas manusia untuk menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi;
seandainya Anda bertanya kepada mereka tentang agama niscaya mereka
memberitahumu bahwa ia hanya berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang
tidak mewarnai kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya
sekadar hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus
para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan
main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para nabi-Nya
dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang mencakup
nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan bermakna jika
tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara umum dan mengatur
kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti inilah agama menjadi mulai
dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan asumsi seperti ini, kita memahami
seberapa jauh campur tangan agama dalam persoalan-persoalan kehidupan
sehari-hari: dimulai dari hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang
perkawinan, bahkan cara mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam
menginfakkan uang dan menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan
mendistribusikan kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti
ini makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana
puing-puing saja.
Nabi
Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap agama
tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beliau menghadapi semua
itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang karena beliau yakin apa yang
beliau bawa adalah kebenaran. Beliau tidak peduli dengan ejekan mereka dan
tidak tersinggung dengannya dan tidak mempersoalkan hal itu; beliau memberi
pengertian kepada mereka bahwa beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya;
beliau adalah seorang nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang
mereka untuk meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan
keuntungan pribadi buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam
kejujuran agar pasar menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat;
beliau hanya sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam
ungkapan yang singkat:
"Aku
tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang
beliau inginkan hanya al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah kandungan
dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka adalah al-Muslihun, yaitu
orang-orang yang membuat perbaikan; mereka memperbaiki akal, memperbaiki hati
dan memperbaiki kehidupan yang umum dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib
berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai bukti yang nyata
dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku
menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan
mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)
perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku
melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah
Nabi Syu'aib menjelaskan tujuan-tujuannya kepada mereka dan menyingkapkan
kebenaran dakwahnya, beliau mulai mengotak-atik akal-akal rnereka; beliau
mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan orang-orang sebelum mereka
dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi
Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib.
Beliau mulai berdialog dengan mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap penentangan
mereka justru akan mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib mengingatkan
mereka bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
"Hai
kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan
kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpah kaum Nuh atau
kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari
kamu. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya,
sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai
Nabi Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah (usaha
memperbaiki masyarakat) dan mengingatkan mereka bahaya penentangan serta
menakut-nakuti mereka dengan menceritakan kembali siksaan yang diterima orang-orang
yang berbohong sebelum mereka. Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan
pintu pengampunan dan pintu taubat bagi mereka. Beliau menunjukkan kepada
mereka kasih sayang Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum
Nabi Syu'aib memilih azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk
mendapatkan harta yang haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur
mereka, semua itu menyebabkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka
berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan
itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami
tidak memahamimu. Engkau adalah seorang yang mengacau; engkau mengatakan
sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan
sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara
kami." (QS. Hud: 91)
Beliau
dikatakan sebagai orang yang lemah karena orang-orang fakir dan orang-orang
yang rrienderita adalah orang-orang yang beriman padanya, sedangkan orang-orang
kaya dan para pembesar telah menentang mereka. Demikianlah pertimbangan umumnya
manusia yang tidak memiliki kekuatan cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah
Nabi Syu'aib di mana beliau dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau
tidaklah karena keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya
kalau bukan karena keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang mengikutimu
niscaya kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh kamu dilubang itu
dengan cara melempari kamu dengan batu:
"Sedang
kamu pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum
Nabi Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi Syu'aib
telah menyampaikan bukti kepada mereka setelah mereka mengejeknya, lalu mereka
mengubah cara mereka berdialog. Mereka memberitahunya bahwa mereka tidak
memahami apa yang beliau katakan dan mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai
orang yang lemah dan hina. Dan seandainya kalau bukan karena mereka takut
(kasihan) kepada keluarganya niscaya mereka akan membunuhnya. Mereka
menampakkan kebencian kepada Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya
kalau bukan karena alasan-alasan yang berhubungan dengan keluarganya.
Menghadapi ancaman itu, Nabi Syu'aib tetap menunjukkan sikap lembutnya lalu
beliau bertanya kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya
akal mereka:
"Syu
'aib menjawab: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut
pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah
cukup rasional jika mereka membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan hakikat
kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya hanya Allah SWT Yang Maha Mulia dan
Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal itu; seharusnya seseorang tidak
takut kepada apapun selain Allah SWT dan tidak membandingkan kekuatan di alam
wujud ini dengan kekuatan Allah SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan hanya Dia
yang mengatur hamba-hamba-Nya.
Tampak
bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya, lalu
berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka
dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami akan
mengusir kamu hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang beriman bersamamu dari
kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami.'" (QS. al-A'raf: 88)
Mereka
menggunakan tahap baru dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka mengancamnya
untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka memberi pilihan kepada
Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada agama mereka yang menyembah
pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa
masalah kembalinya ia ke agama mereka adalah masalah yang tidak berhubungan
dengan masalah-masalah yang disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT
telah menyelamatkan beliau dari agama mereka lalu bagaimana beliau kembali lagi
padanya? Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid lalu bagaimana beliau
mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau mengajak
mereka dengan cara yang lembut dan kasih sayang sementara mereka mengancamnya
dengan kekuatan.
Demikianlah
pertentangan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi Syu'aib
memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para pendusta, dan para
penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai mengetahui bahwa mereka tidak
lagi memiliki harapan karena mereka telah berpaling dari Allah SWT:
"Sedang
Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya
pengetahuan Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan. Dan (dia berkata): 'Hai
kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).
Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan
siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan). Sesungguhnya aku pun menunggu
bersama kamu." (QS. Hud: 92-93)
Nabi
Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka telah berpaling dari agama Allah SWT
bahkan telah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia tersihir dan seorang
pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melakukan apa saja yang diinginkannya
dan hendaklah mereka menunggu azab Allah SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi
Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya fase baru. Mereka meminta kepada Nabi
Syu'aib untuk mendatangkan azab dari langit jika beliau termasuk orang-orang
yang benar. Dengan nada mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana
azab itu, di mana siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat datang?"
Mereka
mengejek Nabi Syu'aib dan beliau dengan tenang menunggu datangnya azab Allah
SWT. Allah SWT mewahyukan kepada beliau agar keluar bersama orang-orang mukmin
dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar bersama para pengikutnya dan
datanglah azab Allah SWT:
"Dan
takkala datang azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman
bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang lalim
dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu.
Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah
binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia
adalah teriakan sekali saja satu suara yang datang kepada mereka dari
celah-celah awan yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali bergembira
karena membayangkan itu akan membawa hujan tetapi mereka dikagetkan ketika
datang kepada mereka siksaan yang besar pada hari yang besar.
Selesailah
masalah ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana buat mereka;
teriakan itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam negeri itu. Mereka
tidak mampu bergerak dan tidak mampu menyembunyikan diri dan tidak pula mereka
dapat menyelamatkan diri mereka.