Minggu, 31 Maret 2013

Tata Cara Ibadah Haji

Tugas AGAMA ISLAM

Nama kelompok :
⦁    Chiara Octora
⦁    Maura Nuraisa












Tata Cara Pelaksanaan Haji

Salah satu keinginginan ummat muslim di seluruh dunia adalah menyempurnakan keislamannya yaitu dengan menyempurnkan rukun islam,kesempurnaan rukun Islam adalah melaksanakan rukunnya yang ke lima yaitu menunaikan Ibadah Haji ke baitullah bagi yang mampu.
Oleh karena itu, Islam dengan kesempurnaan syariatnya telah menetapkan suatu tata cara atau metode yang lengkap dan terperinci, sehingga tidak perlu lagi ada penambahan dan pengurangan dalam pelaksanaan ibadah ini. Salah satu bagian ibadah haji adalah ihram, yang harus dilakukan setiap orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah, sehingga tata cara dan hukum seputar hal ini perlu dijelaskan.
Kata ihram diambil dari bahasa Arab, yaitu “al-haram“, yang bermakna terlarang atau tercegah. Dinamakan “ihram” karena dengan berniat masuk ke dalam pelaksanaan ibadah haji atau umrah, seseorang dilarang berkata dan beramal dengan hal-hal tertentu, seperti jima’, menikah, melontarkan ucapan kotor, dan lain-sebagainya.
Dari sini, para ulama mendefinisikan ihram dengan salah satu niat dari dua nusuk (yaitu haji dan umrah) atau kedua-duanya secara bersamaan. [1]
Dengan demikian, jelaslah tentang pemahaman yang keliru dari sebagian kaum muslimin bahwa ihram adalah berpakaian dengan kain ihram, karena yang benar adalah bahwa ihram berarti “niat masuk ke dalam pelaksanaan haji atau umrah”. Adapun berpakaian dengan kain ihram hanya merupakan satu keharusan bagi seorang yang telah ber-ihram.
Tempat Ber-ihram
Ihram, yang merupakan bagian penting ibadah haji dan umrah, dilakukan dari miqat. Seseorang yang akan berhaji dan berumrah harus mengetahui miqat sebagai tempat berihram. Mereka yang tidak berihram dari miqat berarti meninggalkan suatu kewajiban dalam haji, dan wajib atas mereka untuk menggantinya dengan dam (denda).
Adapun tata cara ihram itu sendiri adalah:
1. Sebelum melaksanakan ihram bagi laki-laki dan perempuan baik dalam keadaaan suci atau haid disunnahkan untuk mandi terlebih dahulu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata,
فَخَرَجْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَيْنَا ذَا الْحُلَيْفَةِ فَوَلَدَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِيْ بَكْرٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَيْفَ أَصْنَعُ؟ قَالَ : اغْتَسِلِيْ وَاسْتَثْفِرِيْ بِثَوْبٍ وَاحْرِمِيْ
“Lalu kami keluar bersama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tatkala sampai Dzulhulaifah Asma binti ‘Umais melahirkan Muhammad bin Abi Bakr, maka ia (Asma) mengutus (seseorang untuk bertemu) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dan bertanya), ‘Bagaimana cara yang harus aku lakukan?’ Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Mandilah, beristitsfarlah [2], dan berihramlah.’” (HR. Muslim [2941]: 8/404, Abu Daud no. 1905 dan 1909, serta Ibnu Majah no. 3074).
Apabila tidak mendapatkan air, maka tidak perlu melakukan tayamum karena bersuci yang disunnahkan. Apabila tidak dapat menggunakan air, maka hendaklah tidak bertayamum karena Allah menyebutkan tayamum dalam bersuci dari hadats sebagai firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih).” (Qs. al-Maidah: 6).
Dengan demikian, hal ini tidak bisa dianalogikan (diqiyaskan) kepada yang lainnya, dan juga tidak ada contoh atau perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertayamum. Apalagi jika mandi ihram tersebut adalah untuk kebersihan, dengan dalil perintah beliau kepada Asma binti Umais yang sedang haid untuk melaksanakan mandi tersebut.
2. Ketika ber-ihram, disunnahkan untuk memakai minyak wangi sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah,
كُنْتُ أُطَيِّبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لإِحْرَامِهِ قَبْلَ اَنْ يُحْرِمَ وَ لِحِلَِّهِ قَبْلَ أَنْ يَطُوْفَ بِاْلبَيْتِ
“Sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berihram, aku memakaikan wangi-wangian kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pelaksanaan ihram beliau, dan ketika halalnya sebelum beliau thawaf di Ka’bah.” (HR. Bukhari no.1539 dan Muslim no. 1189).
Pemakaian wewangian tersebut hanya diperbolehkan pada anggota badan dan bukan pada pakaian ihram-nya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَلْبَسُوْا ثَوْبًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ وَ لاَ الْوَرَسُ
“Janganlah kalian memakai pakaian yang terkena minyak wangi za’faran dan wars.” (HR. Muttafaqun alaih).
Tata cara pemakaian minyak wangi ini dilakukan pada dua keadaan:
1. Memakainya sebelum mandi dan ber-ihram, dan ulama sepakat dalam hal ini, tidak ada permasalahan di dalamnya.
2. Memakainya setelah mandi dan sebelum ber-ihram, dan minyak wangi tersebut tidak hilang (baunya, ed.), maka ini dibolehkan oleh para ulama kecuali Imam Malik dan orang-orang yang sependapat dengan pendapatnya.
Dalil pembolehannya adalah hadits Aisyah, beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِذَا أَرَادَ أَنْ يُحْرِمَ يَتَطَيَّبَ بِأَطْيَبِ مَا يَجِدُ ثُمَّ أَرَى وَبِيْصَ الدُّهْنِ فِيْ رَأْسِهِ وَ لِحْيَتِهِ بَعْدَ ذَلِكَ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin ber-ihram, beliau memakai wangi- wangian yang paling wangi yang beliau dapatkan, kemudian aku melihat kilatan minyak  di kepala dan jenggot beliau setelah itu.” (HR. Muslim, no. 2830).
‘Aisyah berkata pula,
كَأَنِّيْ أَنْظُرُ إِلَى وَبِيْصَ الْمِسْكِ فِيْ مَفْرَقِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ هُوَ مُحْرِمٌ
“Seakan-akan aku melihat kilatan misk (minyak wangi misk) di bagian kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan beliau dalam keadaan ber-ihram.” (HR. Muslim no. 2831 dan Bukhari no. 5923).
Jika terdapat permasalahan berikut ini: Apabila sesorang memakai wangi-wangian di badannya yaitu di kepala dan jenggotnya, lalu minyak wangi tersebut menetes atau meleleh ke bawah, apakah hal ini mempengaruhi ihram-nya atau tidak?
Jawabannya adalah, bahwa yang demikian itu tidak mempengaruhi ihram-nya, karena perpindahan minyak wangi tersebut terjadi dengan sendirinya dan tidak dipindahkan, dan juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat beliau tampak tidak menghiraukan jika minyak wangi tersebut menetes, karena mereka memakainya pada keadaan yang dibolehkan. [3]
Kemudian, jika seseorang yang ber-ihram (muhrim) akan berwudhu dan dia telah mamakai minyak rambut yang wangi, maka ia tentu akan mengusap kepalanya dengan kedua telapak tangannya. Jika dia melakukan hal tersebut, tentunya minyak wangi tersebut aan menempel ke kedua telapak tangannya walaupun hanya sedikit, maka apakah ia perlu memakai kaos tangan ketika akan mengusap kepala tersebut?
Masalah ini dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, “Ia tidak perlu memakai kaos tangan. Bahkan, hal itu merupakan sikap berlebih-lebihan dalam agama dan juga tidak ada dalilnya. Demikian pula, ia tidak perlu mengusap kepalanya dengan kayu atau kulit. Dia cukup mengusapnya dengan telapak tangannya karena ini termasuk perkara yang dimaafkan.” [4]
3. Mengenakan dua helai kain putih yang dijadikan sebagai sarung dan selendang, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لِيُحْرِمْ أَحَدُكُمْ فِىْ إِزَارٍ وَ رِدَاءٍ وَ نَعْلَيْنِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian ber-ihram dengan menggunakan sarung dan selendang serta sepasang sendal.”(HR. Ahmad: 2/34; sanadnya dinilai shahih oleh Ahmad Syakir).
Diutamakan kain yang berwarna putih, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
خَيْرُ ثِيَابِكُمُ اْلبَيَاضُ فَالْبَسُوْهَا َوكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَكُمْ
“Sebaik-baik pakaian kalian adalah yang berwarna putih, maka kenakanlah dia dan kafanilah mayat kalian dengannya.” (HR. Ahmad; lihat Syarah Ahmad Syakir, 4/2219, beliau berkata bahwa sanadnya shahih).
Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Manasik (hal. 21), “Dan disunnahkan untuk ber-ihram dengan dua kain yang bersih, maka jika keduanya berwarna putih, hal itu lebih utama. Ihram boleh dilakukan dengan segala jenis kain yang diperbolehkan, yang terbuat dari katun shuf (bulu domba) atau yang lainnya. Dibolehkan pula untuk berihram dengan kain berwarna putih dan warna-warna lain yang diperbolehkan selain putih, walaupun kain tersebut berwarna-warni.” [5]
Adapun wanita, ia tetap memakai pakaian wanita yang menutup semua auratnya, kecuali wajah dan telapak tangan.
4. Disunahkan ber-ihram setelah shalat, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam Shahih Bukhari, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَانِيَ اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّيْ فَقَالَ : صَلِّ فِيْ هَذَا الْوَادِيْ الْمُبَارَكِ وَقُلْ عُمْرَةً فِيْ حَجَّةٍ
“Tadi malam telah datang utusan dari Rabbku, lalu ia berkata, ‘Shalatlah di Wadi yang diberkahi ini dan katakanlah, ‘Umratan fi hajjatin.’‘”
Serta hadits Jabir,
فَصَلَّى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ رَكِبَ الْقَصْوَاءَ حَتَّى إِذَا اسْتَوَتْ بِهِ نَاقَتُهُ عَلَى الْبَيْدَاءِ أَهَلَّ بِالْحَجِّ
“Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di mesjid (Dzulhulaifah) kemudian beliau menunggangi al-Qaswa’ (nama unta beliau) sampai ketika untanya berdiri di al-Baida’ ber-ihram untuk haji.” (HR. Muslim).
Maka, yang sesuai dengan sunnah, lebih utama, dan sempurna adalah berihram setelah shalat fardhu. Akan tetapi, apabila tidak mendapatkan waktu shalat fardhu, maka terdapat dua pendapat dari para ulama:
Pendapat pertama, tetap disunnahkan shalat dua rakaat, dan ini pendapat jumhur. Berdalil dengan keumuman hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
صَلِّ فِيْ هَذَا الْوَادِي
“Shalatlah di Wadi ini.”
Pendapat kedua, tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat dua rakaat, dan ini pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sebagaimana beliau mengatakan dalam Majmu’ Fatawa, 26/108, “Disunnahkan untuk ber-ihram setelah shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Jika seseorang berada pada waktu tathawu’ -menurut salah satu dari dua pendapatnya, dan pendapat beliau yang lain adalah jika seseorang shalat fardhu- maka ia ber-ihram setelahnya, dan jika tidak maka tidak ada bagi ihram shalat yang khusus, dan inilah yang rajih.”
Beliau juga berkata dalam Ikhtiyarat, hal. 116, “Dan ber-ihram setelah shalat fardhu jika dijumpai waktunya atau shalat sunnah (nafilah), karena ihram tidak memiliki shalat yang khusus untuknya.”
Demikianlah, tidak ada shalat dua rakaat khusus untuk ihram.
5. Berniat untuk melaksanakan salah satu manasik, dan manasik tersebut disunnahkan untuk diucapkan. Dibolehkan untuk memilih salah satu dari tiga nusuk, yaitu ifrad, qiran, dan tamattu‘, sebagaimana yang dikatakan Aisyah,
خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ وَ مِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجٍّ وَ عُمْرَةٍ وَ مِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجٍّ وَ أَهَلَّ رَسُوْلُ اللهِ بِالْحَجِ فأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِعَمْرَةٍ فَحَلَّ عَنْهُ قُدُوْمُهُ وَ أَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجٍّ أَوْ جَمَعَ بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَلَمْ يُحِلُّوْا حَتَّى كَانَ يَوْمَ النَّحْرِ
“Kami telah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Haji Wada’. Maka ada di antara kami yang ber-ihram dengan umrah, ada yang berihram dengan haji dan umrah, dan ada yang ber-ihram dengan haji saja, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berihram dengan haji saja. Adapun yang ber-ihram dengan umrah maka dia halal setelah datangnya (setelah melakukan umrah dengan melakukan thawaf dan sya’i), dan yang ber-ihram dengan haji atau yang menyempurnakan haji dan umrah tidak halal (lepas dari ihramnya) sampai dia berada dihari nahar (pada tanggal 10 Dzulhijjah).” (HR. Mutafaq ‘alaih).
Maka, seseorang yang ber-manasik ifrad hendaklah mengatakan,
لَبَّيْكَ حَجًّا    atau  لَبَّيْكَ الَّلهُمَّ حَجًّا
Sedangkan seseorang yang ber-manasik tamattu’ mengatakan,
لَبَّيْكَ عُمْرَةً    atau  لَبَّيْكَ الَّلهُمّ عُمْرَةً
Serta ketika hari Tarwiyah (8 Dzulhijhah) mengatakan,
لَبَّيْكَ حَجًّا    atau  لَبَّيْكَ الَّلهُمّ حَجًّا
Adapun sunnah bagi yang ber-manasik qiran adalah mengatakan,
لَبَّيْكَ  عُمْرَةً وَ حَجًّا
Setelah itu, disunnahkan memperbanyak talbiyah hingga sampai ke Ka’bah untuk melaksanakan thawaf.
Demikian tata melaksankan ihram, mudah-mudahan bermanfaat dan bisa dijadikan acuan dalam melaksankan ihram baik dalam ibadah haji maupun umroh
Tata Cara Naik Haji

Haji itu gampang, ndak susah, tapi bagi wanita haji yang mabrurmerupakan jihad. Maka dalam tulisan ini saya akan menggambarkan secararingkas manasik haji Rosulullah sholallahu `alayhi wasallam. Silahkanmembaca sifat Hajji Rosulullah oleh syaikh AlBani, Haji, umrah danziarah oleh syaikh bin Baz dan Fiqih sunnah jilid 5 Sayyid Sabiq utk ygingin mendapat lebih banyak manfaat dan detailnya.baiklah saya mulai, mudah2an bisa menggambarkan amalan2 (fisik aja)selama haji.Sebelum HajiJika kita bertekad utk melaksanakan haji maupun umrah maka selayaknyakita utk :1. bertaubat dari segala maksiat,2. mempersiapkan bekal yang halal3. mempelajari manasik haji dan adab syafar (perjalanan)Haji tamattu`Haji dengan cara umrah pada bulan-bulan haji dan melaksanakan hajipada tahun yg sama. Karena umumnya kita melakukan dgn cara ini makapembahasan tulisan ini hanya melingkupi tamattu`. Tammatu` memberikemudahan yang besar bagi kita penduduk bukan Mekkah karena kita tidakharus ihram terus menerus. Tapi cukup ihram ketika umrah dan mulaiihram haji pada hari tarwiyah (8zulihjjah).Sampai miqot (batas tempat utk mulai ihram)Biasanya kita naik pesawat dan turun dibandara haji Jeddah. Dan Jeddahini udah masuk miqot (batas utk ihram) jadinya kita mulai berihram dipesawat (ketika lewat miqot) dan mempersiapkan segala sesuatunya (bajuihram, bebersih dll) sebelum naik pesawat, atau menjelang miqot. Pilotakan mengumumkan ketika kita akan masuk miqot. Setelah berniat ihramtamattu` lalu melanjutkan dgn zikir2 dan talbiyah, labayka Allahummalabayk ..dst. sampai masjidil haram.

 
Thawaf UmrahSampai masjidil haram kemudian thawaf (mengelilingi ka`bah) sholat duarakaat di maqom ibrahim (bukan kuburan loh. Best lagi kalo bisamencium hajar aswad. Sunnah juga meminum zamzam, dan kita bisa berdoadi multazam (antara sudut kabah dan pintu) Kemudian sa`I antara safadan marwah tujuh kali. Selesai di marwa kemudian mencukur sebagianrambut. Selesai sudah umrah dan kita boleh tahallul, melepas bajuihram dan menunggu haji.Tarwiyah, 8 zulihijjahDinamakan tarwiyah karena diambil dari kata riwayat dimana imammeriwayatkan tata cara haji. Ada pula yg mengatakan asalnya dariirtiwa` yaitu menyediakan perbekalan air. Karena mereka mengambil airpd hari ini di mina utk persediaan.Mulai ihram untuk haji.dari tempat tinggal kita. kemudian berangkatmenuju mina dan sholat zuhur, ashar, maghrib, isya, subuh di mina dgnqoshor tanpa jamak.Arofah, 9 ZulihijjahSetelah matahari terbit jamaah berangkat dari mina menuju Arorfahsambil terus bertakbir, berrtahlil dan bertalbiyah. Disunnahkansinggah di namirah (ada masjid namirah disana) menunggu sampaimatahari tergelincir baru masuk arofah. Sholat zuhur dan ashar dgn jamak takdim. Kemudian wuquf menghadap kiblat dan bersungguh2 berzikirdan berdoa.Allahu Akbar, jutaan umat berkumpul, Allahu Akbar maha benar Allah dgnfirmanNya :"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya merekaakan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yangkurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh"[Al-Hajj 27]. Tidakada seorang islam pun melainkan dia rindu untuk melihat ka`bah danberthawaf (seharusnya). Ummat islam dari seluruh dunia, dgn berbagaicara datang utk haji. Banyak saudara kita dari uzbek, azerbaijan ygdatang dgn mobil2 butut. menempuh perjalanan jauh.
 
Nahar, 10 Zulhijjah,(dalam islam hitungan hari masuk ketika matahari terbenam)Setelah matahari terbenam jamaah meninggalkan Arofah menuju Muzdalifahdgn tenang. Sampai muzdalifah sholat maghrib dan isya` dijamak.Kemudian menginap di muzdalifah sampai subuh. Sesudah sholat subuhwuquf di masyaril haram sambil menghadap kiblat dan memperbanyakzikir, takbir dan doaSaat matahari terbit berangkat ke mina, dan melempar jumrah aqobahkemudian menyembelih. Utk haji tamattu` kita kena dam (denda) utkwajib menyembelih. kaklo gak mampu ganti dgn puasa Kemudian botakindeh rambut. selesai deh kita sudah tahallul awal. Ihram selesai tapibelum boleh berhubungan suami istri.Thawaf IfadahBalik ke mekkah utk tawaf ifadah pake baju biasa aja. Thawaf, sholatdi blkg maqom ibrahim, sai. Selesai sudah ihram.Tasriq, 11, 12, 13 zulhijjahmabit di mina dan melempar jamarat (sughro, wustho, kubro) , setelahtergelincir matahari.Selesai haji dan ketika kita akan keluar mekkah tawaf wada` (perpisahan)Begitu saja, mudah bukan. Dalam masa2 haji ini Allahu Akbar, mahabenarAllah dengan firmanNya :"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supayamereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatangternak

.[AlHajj: 28]
Cara mengerjakan hari Ifrad
Berumrah & Berhaji - Haji ifrad ialah mengerjakan haji saja. Cara ini tidak wajib membayar dam, akan tetapi sangat dianjurkan menyembelih hewan qurban. Pelaksanaan haji dengan cara ifrad ini menjadi pilihan bagi jamaah haji yang kedatangannya di Makkah sudah mendekati waktu wukuf.

I. Pelaksanaannya.
Bagi jamaah haji gelombang I ihram haji ifradnya
mengambil miqot di Zul Hulaifah ( Bir Ali )
Madinah. Bagi jamaah haji gelombang II ihram
haji ifradnya mengambil miqot di bandara King
Abdul Azis Jeddah.
Urutan kegiatan haji ifrad sebagai berikut :
⦁    Bersuci, mandi berwudhu
⦁    Berpakaian ihrom
⦁    Sholat sunnah ihrom
⦁    Niat ihrom haji dari miqot dengan mengucapkan:

Artinya :
" Aku penuhi panggilan Mu Ya Allah untuk berhaji. "
atau

Artinya :
" Aku niat haji dengan berihrom karena Allah Ta'ala.
⦁    Berangkat ke ⦁    Makkah dengan memperbanyak membaca ⦁    talbiyah .

2. Di Makkah
⦁    Masuk kota Makkah, ⦁    berdo'a
⦁    Masuk Masjidil Haram , ⦁    berdo'a
⦁    Melihat Ka'bah dan ⦁    berdo'a
⦁    Melakukan thawaf qudum 7 kali putaran
⦁    Boleh melaksanakan sa'i 7 perjalanan antara bukit ⦁    Shofa dan bukit Marwah tapi tidak diakhiri dengan gunting / cukur rambut.
⦁    Selesai sa'i masih berihrom
⦁    Selama di ⦁    Makkah menunggu waktu ⦁    wukuf tetap dalam keadaan berpakaian ihrom dan tetap mematuhi larangan bagi orang berihrom.
⦁    Tanggal 8 Zulhijjah berangkat ke Arafah.

3. Di Arafah.
⦁    Sampai di Arafah menempati kemah masing masing.
⦁    Menunggu waktu ⦁    wukuf dengan memperbanyak membaca Al Qur'an, beristighfar, berdzikir.
⦁    Pada tanggal 9 Zulhijjah siang ⦁    wukuf di Arafah.
dengan mendengarkan khutbah wukuf .
⦁    Sholat dzuhur dan ashar jama' taqdim
⦁    Berdo'a, berdzikir, beristighfar, membaca Al Qur'an.
⦁    Sholat maghrib dan isya jama' taqdim.
⦁    Berangkat ke Muzdalifah membaca talbiyah.

4. Di Muzdalifah
⦁    Mabit di Muzdalifah sampai tengah malam.
⦁    Mencari kerikil di Muzdalifah untuk ⦁    melontar jumroh sebanyak 7, 49 atau 70 butir.
⦁    Setelah lewat tengah malam berangkat ke Mina.

5. Di Mina
⦁    Tanggal 10 Zulhijjah melontar ⦁    jumroh Aqobah .
⦁    Menggunting / mencukur rambut.
⦁    Tahallul awal.
⦁    Setelah tahallul awal berganti pakaian biasa.
⦁    Tanggal 11 Zulhijjah mabit di Mina dan melontar jumroh Ula, Wustho dan Aqobah masing masing 7 kali lontaran.
⦁    Tanggal 12 Zulhijjah mabit di Mina dan melontar jumroh Ula, Wustho dan Aqobah. Bagi yang ambil Nafar Awal setelah melontar jumroh langsung meninggalkan Mina sebelum maghrib.
⦁    Tanggal 13 Zulhijjah bagi yang ambil Nafar Tsani melontar jumroh Ula, Wustho dan Aqobah. Setelah melontar jumroh meninggalkan Mina.
⦁    Kembali ke Makkah

6. Di Makkah
Thawaf ifadhah dan sa'i. Bagi yang sudah melaksanakan sa'i ketika ⦁    thawaf qudum tidak usah lagi sa'i.
⦁    Potong rambut / bercukur
⦁    Tahallul tsani
⦁    Setelah lewat hari ⦁    hari tasyriq dapat melaksanakan umroh dengan mengambil ⦁    miqot dari Tan'im, Ji'ronah atau Hudaibiyah
Thawaf wada' ketika akan meninggalkan Makkah.
⦁    Setelah ⦁    thawaf wada' pelaksanaan haji selesai, jamaah haji gelombang I pulang ke tanah air sedangkan jamaah haji gelombang ke II ke ⦁    Madinah
 Gambar dan Tata cara haji:




Sumber : http://ekonomisyariat.com
http://id.scribd.com/doc/75554011/Tata-Cara-Naik-Haji
http://berumrah-berhaji.blogspot.com/2009/09/cara-mengerjakan-haji-ifrad.html
http://semuaguru.blogspot.com/2011/05/gambar-tata-urutan-pelaksanaan-ibadah.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar